Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

HIV/AIDS Bandung Bikin Geger Sementara Daerah Lain Simpan Bom Waktu untuk Ledakan HIV/AIDS

9 September 2022   02:51 Diperbarui: 9 September 2022   02:57 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Apakah ada program penjangkauan ke beberapa komunitas?

Kalau tidak ada itu artinya jumlah kasus yang kecil terjadi karena daerah-daerah tersebut pasif. Artinya, hanya menunggu warga yang berobat ke layakan kesehatan (Yankes) pemerintah, seperti Puskesmas dan rumah sakit umum daerah (RSUD).

Jika ada pasien dengan riwayat perilaku seksual berisiko dirujuk oleh dokter untuk tes HIV. Ini dikenal sebagai PITS (Provider Initiated Testing and Counselling) yaitu layanan tes dan konseling HIV terintegrasi di sarana kesehatan pemerintah.

Di beberapa negara pasien TB dan IMS dirujuk untuk menjalani tes HIV. Ini tidak melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM) karena hanya diberlakukan di Yankes pemerintah. Artinya, warga punya pilihan Yankes lain kalau tidak mau jalani tes HIV.

IMS adalah infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, antara pengidap IMS ke orang lain dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, yaitu: kencing nanah (GO), raja singa (sifilis), klamdia, jengger ayam, virus hepatitis B, virus kanker serviks, trikomona, herpes genitalis, dan kutil kelamin.

Beberapa daerah membusungkan dada dengan mengatakan di daerah mereka tidak ada lokalisasi pelacuran. Secara de jure benar, tapi secara de facto transaski seks berisiko titular HIV/AIDS terus terjadi karena lokalisasi pelacuran sekarang sudah pindah ke media sosial.

Di awal epidemi fasilitas tes HIV dan tes konfirmasi hanya ada di Jakarta. Tempat layanan bagi orang-orang dengan HIV-positif pun hanya ada di Jakarta sehingga ada warga daerah yang ke Jakarta untuk tes HIV dan layanan.

Dari aspek epidemiologi semakin banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi, maka kian banyak pula mata rantai penyebaran HIV/AIDS yang diputus.

Nah, daerah-daerah yang tidak ada penjangkauan dan yang menutup-nutupi kasus HIV/AIDS, maka penyebaran HIV/AIDS akan tinggi karena warga yang mengidap HIV/AIDS dan tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun