Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seks Bebas Jargon yang Kontra Produktif Terhadap Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia

2 September 2022   05:00 Diperbarui: 17 Oktober 2022   10:42 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Jargon 'seks bebas' pada akhirnya merupakan isu yang jadi kontra produktif dalam upaya menanggulangi epidemi HIV/AIDS di Tanah Air

Berdasarkan laporan siha.kemkes.go.id jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun 1987 sampai 31 Desember 2022 mencapai 579.188 yang terdiri atas 445.641 HIV dan 133.547 AIDS.

Yang perlu diingat jumlah yang dilaporkan ini tidak menggambarkan angka atau jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Kalangan ahli menyebut Indonesia merupakan salah satu dari empat negara di dunia dengan percepatan kasus HIV baru. Estimasi Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) setiap tahun ada 73.000 kasus HIV/AIDS baru. Jumlah ini di belakang China, India dan Russia (aidsmap.com, 4/9-2018). Sedangkan jumlah kasus HIV/AIDS berdasarkan estimasi WHO pada tahun 2000 sebanyak 630.000.

Dari tahun 2000 sampai sekarang berjalan 22 tahun bisa jadi jumlah kasus ril lebih dari estimasi itu. Andaikan estimasi itu tetap sama pada tahun 2021 itu artinya ada 50.812 kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi (630.000 - 579.188).

Secara empiris 50.812 warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat secara horizontal, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Jika di antara 50.812 ada pekerja seks komersial (PSK), maka banyak laki-laki dewasa yang berisiko tertular HIV/AIDS yang akan bermuara pada istri dan anak yang dilahirkan istrinya (Lihat matriks risiko ibu rumah tanggal tertular HIV/AIDS).

Matriks. Risiko ibu rumah tangga tertular HIV/AIDS dibanding PSK. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks. Risiko ibu rumah tangga tertular HIV/AIDS dibanding PSK. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Banyak kalangan yang selalu menyalahkan pemerintah terkait dengan epidemi HIV/AIDS, tapi tanpa disadari oleh kalangan itu langkah pemerintah tersendat bak dihadang tembok ketika masyarakat menolak program hubungan seksual yang aman dengan pemakaian kondom.

Padahal, secara empiris dan medis pencegahan HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi (vaginal, anal dan oral) hanya bisa dengan kondom.

1.001 macam alasan yang dimunculkan tapi semua hanya pada tataran dugaan semata. Kalau saja orang-orang yang menyebut kondom mendorong orang untuk melakukan zina, maka itu salah besar karena laki-laki 'hidung belang' 100 persen menolak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Thailand berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK melalui program 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran dan rumah bordil. Indikatornya adalah jumlah calon taruna militer yang terdeteksi HIV-positif terus turun dari tahun ke tahun.

Kalau saja pemerintah lebih arif sosialisasi kondom bisa disejajarkan dengan mencegah kematian pada diare. Untuk melindungi diri dari HIV/AIDS pakailah kondom pada hubungan seksual berisiko. Jika diare sebelum mendapatkan pertolongan medis pakailah oralit untuk mencegah kekurangan cairan (Lihat gambar)>

Gambar: Analogi oralit pada diare dan kondom pada risiko penularan IMS dan HIV/AIDS. (Foto: Dok/Syaiful W. Harahap)
Gambar: Analogi oralit pada diare dan kondom pada risiko penularan IMS dan HIV/AIDS. (Foto: Dok/Syaiful W. Harahap)

Selain serangan terhadap sosialisasi kondom, masyarakat pun dininabobokkan dengan jargon-jargon moral yang jadi orasi moral banyak kalangan yang memakai 'baju moral' ketika bicara soal seksualitas, dalam hal ini HIV/AIDS.

Salah satu jargon moral yang ngaco bin ngawur adalah 'seks bebas' yang sampai detik ini tidak ada yang bisa menjelaskan apa yang dimaksud 'seks bebas' secara faktual.

Celakanya, Kemenkes yang sejatinya ada di depan untuk mengahadang mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS, eh, malah menyuburkan mitos melalui situs https://hivaids-pimsindonesia.or.id/download.

Di pojok kanan atas tertulis: PENCEGAHAN PENULARAN HIV DENGAN ABCDE: ABSTINENCE Hidari Seks Bebas.

Ilustrasi: Situs https://hivaids-pimsindonesia.or.id/download (Dok Syaiful W. Harahap/Repro)
Ilustrasi: Situs https://hivaids-pimsindonesia.or.id/download (Dok Syaiful W. Harahap/Repro)

Jargon ngawur ini bermula dari era 1970-an di zaman keemasan kauu hippies dengan gaya hidup bebas yang selanjutnya dikait-kaitkan pula dengan 'free sex.' Celakanya, dalam kamus-kamus Bahasa Inggris tidak ada entri 'free sex' (free ---- atau ---- sex). Yang ada adalah 'free love' yaitu hubungan seksual tanpa ikatan nikah (The Advanced Learner's Dictionary of Current English, Oxford University Press, London, 1963).

Dalam sebuah diskusi di Facebook penulis berhadapan dengan beberapa cewek. Saya lempar isu ini: Coba bayangkan 10 teman cowokmu, berapa yang pernah zina?

Apa jawab mereka?

"Sorry, ya, teman-teman cowok saya tidak pernah gituan ke lokalisasi."

Saya tanya: Kalau antar sesama teman, apakah dilakukan sebagai bentuk zina?

Eh, semua kabur.

Nah, dari berbagai kegiatan tekait dengan HIV/AIDS saya menyimak 'seks bebas' itu memang kaitannya dengan berzina dengan PSK ke lokalisasi pelacuran.

Maka, kemudian banyak orang yang membuat kesimpulan: yang bikin orang tertular HIV/AIDS adalah zina dengan PSK di lokalisasi pelacuran (baca 'seks bebas')!

Selanjutnya orang pun menghindari 'seks bebas' dengan membawa cewek yang tidak diketahui status HIV-nya ke kamar kos, penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang atau apartemen agar tidak tertular HIV/AIDS karena itu bukan 'seks bebas.'

Apa yang terjadi kemudian?

Yang mereka lakukan itu adalah perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, maka tidaklah mengherankan kalau kemudian kian banyak orang di negeri ini yang tertular HIV/AIDS.

Jargon 'seks bebas' pada akhirnya merupakan isu yang jadi kontra produktif dalam upaya menanggulangi epidemi HIV/AIDS di Tanah Air. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun