Yang benar kasus HIV/AIDS terbanyak terdeteksi pada kalangan heteroseksual yaitu laki-laki atau perempuan yang tertarik secara seksual dengan lawan jenis
"Tapi penularan tertinggi di Bandung itu 39 persen dikarenakan memang heteroseksual, perilaku seksual yang berisiko, di heteroseksual hampir 40 persen ...." Ini dikatakan oleh Ketua Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), Sis Silvia Dewi, di dalam berita "HIV-AIDS Ratusan Mahasiwa di Bandung Terpapar HIV dalam 30 Tahun, Inikah Sebabnya?" (health.detik.com, 31/8-2022).
Pernyataan di atas masih terkait dengan informasi yang ngawur bin ngaco yaitu 414 mahasiswa ber-KTP Bandung tertular HIV/AIDS tanpa ada keterangan tentang kapan kasus itu terdeteksi. Ada kesan kasus itu baru, tapi ternyata jumlah kasus itu merupakan akumulasi kasus selama 30 tahun yaitu dari tahun 1991 -- 2021.
Baca juga: 414 Mahasiswa Bandung yang Tertular HIV/AIDS Ternyata Terjadi pada Rentang Waktu Selama 30 Tahun
Berita di media massa dan media online terus berkutat soal kasus HIV/AIDS pada mahasiswa Bandung itu, tapi semua hanya di tataran ranah opini tanpa realitas sosial.
Selain itu banyak pula pernyataan yang ngawur dan informasi yang menyesatkan sehingga menenggelamkan fakta medis tentang HIV/AIDS.
Berita ini salah satu di antaranya.
Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena orientasi seksual, dalam berita ini disebut heteroseksual (ketertarikan secara seksual dengan lawan jenis), tapi karena perilaku seksual pada kalangan heteroseksual dan homoseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS.
Seseorang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, jika melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko berikut, yaitu:
(1). Laki-laki atau perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,
(2). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, Â
(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks ana; dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong).
(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom.
(5). Laki-laki dan perempuan dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, Â
(6). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom.
Enam perilaku seksual di atas merupakan pintu masuk HIV/AIDS yang semuanya terjadi di ranah privat sehingga tidak bisa diintervensi.
Terkait dengan kasus pada mahasiswa Bandung terjadi karena mereka termakan atau terperangkap mitos.
Baca juga: Ratusan Mahasiswa Bandung yang Tertular HIV/AIDS karena Terperangkap Mitos
Kalau penyebab terjadi penularan HIV/AIDS karena heteroseksual, lalu bagaimana orang-orang yang orientasi seksualnya heteroseksual?
Apakah harus mengganti orientasi seksual?
Kalau saja Silvia menjelaskannya dengan runut tentulah tidak muncul pernyataan yang nyeleneh itu. Informasi yang benar adalah kasus HIV/AIDS terbanyak terdeteksi pada kalangan heteroseksual. Ini baru faktual.
Bisa jadi wartawan yang mewawancara Silvia itu juga tidak memahami seksualitas secara komprehensif. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H