Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

KPA Sikka Andalkan Tes HIV Sebelum Menikah untuk Menanggulangi HIV/AIDS

20 Agustus 2022   17:40 Diperbarui: 20 Agustus 2022   17:45 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matriks: Tes HIV sebelum menikah bukan vaksin HIV. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Tes HIV sebelum menikah bukan vaksin HIV karena setelah menikah bisa saja suami melakukan perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV

"Ditengah meningkatnya kasus komulatif HIV/Aids mencapai angka 1.000 di Kabupaten Sikka, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sikka mengimbau para calon pasangan suami istri (Pasutri) secara sukarela melakukan pemeriksaan HIV/AIDS sebelum menikah." 

Hal ini dikarenakan Kasus HIV/AIDS meningkat. Ini ada dalam berita "Kasus HIV/AIDS Meningkat di Sikka, Pasutri Diminta Periksa Sebelum Nikah" di kupang.tribunnews.com (15/7-2022).

Celakanya dalam berita tidak ada penjelasan berapa kasus HIV/AIDS yang ditemukan pada ibu rumah tangga dan pada usia pernikahan yang tahun ke berapa.

Data di atas penting untuk membuktikan anjuran KPA SIkka, NTT, tersebut.  

Yang lebih parah imbauan KPA Sikka itu mengesankan tes HIV sebelum menikah sebagai vaksin HIV. Ini yang menyesatkan (Lihat matriks tes HIV bukan vaksin HIV).

Matriks: Tes HIV sebelum menikah bukan vaksin HIV. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tes HIV sebelum menikah bukan vaksin HIV. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Biarpun satu pasangan melakukan tes HIV sebelum menikah dengan hasil HIV-negatif, itu tidak jaminan keduanya, terutama suami, akan HIV-negatif sepanjang hidupnya. Soalnya, bisa saja setelah menikah suami atau istri pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:

(1). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan cewek prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,  

(3). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks ana; dan seks oral) dengan waria. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong).

(4). Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom.

Lagi pula berapa pasangan yang menikah setiap hari di Sikka?

Coba bandingkan dengan jumlah laki-laki dewasa yang melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko di atas.

KPA Sikka boleh-boleh saja menepuk dada dengan mengatakan: Di wilayah Kabupaten Sikka tidak ada lokalisasi pelacuran!

Secara de jure itu benar karena sejak reformasi ada gerakan moral yang menutup semua tempat pelacuran.

Tapi, secara de facto KPA Sikka jelas tidak bisa menjamin bahwa praktek pelacuran tidak ada di Kab Sikka. Lagi pula perilaku-perilaku seksual berisiko tersebut terjadi di ranah privat yang luput dari jangkauan aparat keamanan.

Apalagi sekarang lokalisasi pelacuran sudah pindah ke media sosial sehingga transaksi seks dilakukan melalui ponsel. Sedangkan eksekusinya dilakukan di sembarang waktu dan sembarang tempat.

Di dalam berita disebutkan pula oleh Sekretaris KPA Sikka, Yohanes Siga, "Kita harapkan sebelum menikah harus periksa. Bukan hanya periksa HIV/AIDS tetapi Periksa lengkap. Ini karena Kasus HIV/AIDS meningkat."

Apa kaitan langsung antara tidak 'periksa HIV/AIDS' dengan kasus HIV/AIDS meningkat?

Di atas sudah dijelaskan biar hasil tes HIV sebelum menikah negatif, itu tidak bisa jadi jaminan setelah menikah keduanya, terutama suami, akan tetap HIV-negatif karena bisa saja suami melakukan perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.

Yang jelas selama Pemkab Sikka tidak bisa menutup pintu masuk HIV/AIDS yaitu perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS, maka selama itu pula akan terjadi kasus baru HIV/AIDS.

Laki-laki yang tertular HIV/AIDS dan tidak terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Yang punya istri akan menularkan HIV/AIDS ke istrinya atau pasangan seks lain atau pekerja seks komersial (PSK). Yang tidak beristri akan menularkan HIV/AIDS ke pacar atau PSK.

Selain kasus baru, penyebaran HIV/AIDS juga dilakukan oleh warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Yang perlu diingat bahwa jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan tidak menggambarkan kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi (dalam berita disebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Sikka 1.000) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Untuk mengatasi penyebaran HIV/AIDS di Sikka, seperti dikatakan oleh Yohanes: pihaknya gencar melakukan pencegahan dengan mencanangkan tindakan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) selain memberikan obat-obatan gratis.

Sosialisasi HIV/AIDS dengan KIE sudah dilakukan sejak awal epidemi, tapi hasilnya nol besar karena materi KIE dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis HIV/AIDS dan menyuburkan mitos.

Sedangkan pemberian obat ada di hilir yaitu terhadap warga yang sudah tertular HIV/AIDS.

Disebutkan pula: Selain itu, Yohanes juga berharap agar masyarakat semakin sadar melakukan pemeriksaan dini sebelum virus HIV berubah menjadi AIDS.

Pemeriksaan dini juga merupakan langkah penanggulangan di hilir (Lihat matriks tes HIV).

Matriks: Tes HIV adalah program penanggulanan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tes HIV adalah program penanggulanan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)

Yang diperlukan adalah penanggulangan di hulu yaitu menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, melalui perilaku berisiko.

Salama Pemkab Sikka tidak mempunyai program penanggulagan di hulu yaitu menutup pintu masuk HIV/AIDS, maka selama itu pula akan terjadi insiden infeksi HIV baru. Laki-laki yang tertular HIV dan tidak terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat.

 Penyebaran HIV/AIDS bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS' di Sikka. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun