Tapi, dalam berita tidak ada disebutkan apa yang harus dilakukan pemijat agar tidak tertular HIV/AIDS melalui pijat.
Berita ini mengesankan bisa terjadi penularan melalui praktek pijat-memijat. Tentu saja ini tidak benar karena pijat-memijat tidak bersentuhan dengan darah, air mani, cairan vagina dan ASI.
Di bagian lain disebutkan: Dari beberapa titik panti pijat di jalan utama Yogya-Solo, dilakukan tes oleh relawan dan hasilnya ada 2 kasus positif.
Celakanya, tidak disebutkan faktor risiko atau bagaimana HIV/AIDS menular ke dua pemijat tersebut. Lagi-lagi informasi yang tidak komprehensif ini bisa menyesatkan yang bisa berdampak buruk terhadap pemijat dan orang-orang yang akan dipijat.
Begitu juga dengan informasi jumlah kasus HIV/AIDS di Klaten sama sekali tidak dilengkapi dengan faktor risiko atau cara penularan.
Insiden penularan HIV/AIDS di panti pijat bisa terjadi jika pemijat bisa dibayar untuk melakukan hubungan seksual dan tidak ada ketentuan laki-laki wajib memakai kondom.
Nah, kalau KPA Klaten mau memanfaatkan pemijat sebagai agen untuk mencegah penularan HIV/AIDS, maka pelatihan bukan tentang cara memijat yang benar. Pemijat dilatih terkait dengan cara-cara yang konkret mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H