(1). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,Â
(2). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan cewek prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, dan
(3). Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom.
Celakanya, tidak ada mekanisme untuk memastikan laki-laki memakai kondom pada tiga perilaku seksual berisiko di atas. Maka, perlu ada intervensi seperti yang dilakukan Thailand yaitu menerapkan program 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di tempat pelacuran dan rumah bordil.
Tapi, perlu diperhatikan program 'wajib kondom 100 persen' hanya bisa dijalankan jika praktek PSK dilokalisir. Itu artinya program 'wajib kondom 100 persen' tidak bisa dijalankan di Gorontalo khususnya dan di Indonesia umumnya.
Maka, insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa akan terus terjadi di Gorontalo. Laki-laki yang tertular HIV akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H