Kasus yang dilaporkan (35) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).
Disebutkan dalam berita ' .... berdasarkan Rapid tes atau deteksi dini ada 11 orang ibu hamil juga tertular.'
Itu artinya ada 11 laki-laki yang mengidap HIV/AIDS yaitu suami ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tersebut.
Maka, pertanyaan untuk Dinkes Kapuas Hulu: Apakah 11 suami tersebut menjalani tes HIV?
Kalau jawabannya TIDAK, maka itu artinya 11 suami itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Kapuas Hulu. Penyebaran HIV/AIDS terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Dinkes Kapuas Hulu seharusnya membalik paradigma dalam tes HIV terhadap ibu hamil. Yang dites pertama bukan ibu hamil, tapi suami dari ibu-ibu yang hamil.
Cara ini jadi penting agar suami-suami ibu hamil tidak jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS karena ketika mereka menjalani tes HIV mereka akan menerima konseling dengan kondisi hasil tes negatif atau positif.
Disebutkan pula: ' .... terutama diwajibkan untuk ibu hamil untuk mencegah penularan dari ibu ke anak.'
Penularan vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya bisa dicegah, terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI). Tapi, tanpa disadari oleh Dinkes Kapuas Hulu mereka sudah membiarkan suami-suami ibu hamil itu menyebarkan HIV/AIDS karena suami-suami itu hamil itu tidak menjalani tes HIV. Akibatnya, mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat.
Ada lagi pernyataan: ' .... dia mengimbau kepada masyarakat Kapuas Hulu untuk menghindari pergaulan bebas (seks bebas) sebagai upaya untuk menghindari penularan HIV-AIDS.'