Penyakit yang diderita pengidap HIV/AIDS di masa AIDS disebut infeksi oportunistik, seperti TB, diare dan lain-lain. Nah, yang menyebabkan kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) adalah penyakit infeksi oportunistik bukan karena AIDS.
Yang perlu diperhatikan salah satu pintu masuk HIV/AIDS yang potensial di Probolinggo adalah perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:
(1). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,Â
(2). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan cewek prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, dan
(3). Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom.
Maka, Pemkab Probolinggo harus menjalankan program yang bisa menjangaku perilaku seksual berisiko di atas untuk menurunkan insiden, sekali lagi hanya bisa menurunkan, infeksi HIV baru. Penjangkauan adalah untuk memaksa laki-laki memakai kondom pada tiga perilaku seksual berisiko di atas.
Tapi, penjangakauan praktis mustahil karena tiga perilaku berisiko di atas ada di ranah privasi dan transkasi seks dilakukan melalui media sosial (medsos), sedangkan eksekusi transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Beberapa negara, seperti Thailand, berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru terutama pada laki-laki dewasa melalui program 'wajib kondom 100 persen' yaitu penjangkauan ke lokalisasi pelacuran dan rumah bordil untuk memaksa laki-laki memakai kondom setiap hubungan seksual dengan PSK. Tapi, langkah ini tidak bisa dilakukan di Indonesia karena praktek pelacuran tidak dilokalisir.
Sebaiknya, di Jawa Timur khususnya dan di Indonesia umumnya lokalisasi pelacuran ditutup tapi kasus HIV/AIDS terus meroket. Itu artinya penutupan lokalisasi pelacuran tidak menghentikan praktek pelacuran.
Kota Probolinggo sendiri sudah menerbitkan peraturan daerah (Perda) Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS Nomor 9 Tahun 2005 yang disahkan tanggal 7 April 2005 ditandatangani oleh Wali Kota H.M. Buchori.