Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suami Ibu Hamil di Majalengka Tidak Jalani Tes IMS dan HIV

13 Juli 2022   22:54 Diperbarui: 13 Juli 2022   23:26 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: harborlighthospice com)

"Ibu Hamil Wajib Lakukan Triple Eliminasi, Cegah Penularan Tiga Penyakit Ini" Ini judul berita di pikiran-rakyat.com, 8/7-2022.

Ini di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Jabar). Dari langkah itu sudah tampak terang benderang perempuan dijadikan objek dalam penanggulangan IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, virus hepatitis B, virus kanker serviks, dan lain-lain) dan HIV/AIDS.

Padahal, mereka adalah korban dari suami yang melakukan perilaku seksual berisiko dengan perempuan lain bisa di dalam nikah atau di luar nikah.

Seperti dikatakan oleh Kasie P2P, Dinkes Majalengka, Dede Pranoto, melalui Triple Eliminasi tersebut semua ibu hamil di masa kehamilannya wajib dilakukan tes untuk tiga penyakit HIV/AIDS, sipilis, dan hepatitis B minimal satu kali.

Pertanyaan yang sangat mendasar: Apakah suami-suami ibu hamil juga wajib menjalani tes untuk tiga penyakit HIV/AIDS, sipilis, dan hepatitis B?

Jika yang perempuan terus jadi objek, maka penyebaran IMS dan HIV/AIDS tidak akan bisa diputus karena suami-suami ibu hamil tidak menjalani tes IMS dan HIV.

Suami-suami ibu hamil yang tidak menjalani tes untuk tiga penyakit HIV/AIDS, sipilis, dan hepatitis B akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS, sipilis, dan hepatitis B di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Maka, paradigma berpikir Dinkes Majalengka harus dibalik: yang wajib jalani tes untuk tiga penyakit HIV/AIDS, sipilis, dan hepatitis B justru suami dari ibu-ibu hamil. Kalau suami positif salah satu, dua atau ketiga penyakit itu barulah istrinya dites.

Dengan langkah ini mata rantai penyebaran tiga penyakit HIV/AIDS, sipilis, dan hepatitis B bisa diputus karena suami-suami yang terdeteksi mengidap salah satu, dua atau ketiga penyakit HIV/AIDS, sipilis, dan hepatitis B akan menerima konseling agar mereka tidak lagi menularkan tiga penyakit HIV/AIDS, sipilis, dan hepatitis B ke perempuan lain.

Dalam berita ada data, yaitu: Jumlah penderita sejak tahun 2021 hingga Mei 2022 telah mencapai sebanyak 706 orang, 18 orang di antaranya adalah anak-anak dengan usia terkecil 1 tahun.

Kalau saja wartawan dan sumber berita ini membawa fakta 18 anak-anak pengidap HIV/AIDS ke ranah realitas sosial, maka liputan akan menggambarkan epidemi HIV/AIDS di Majalengka.

Dengan data ini ada 18 suami dan 18 istri pengidap HIV/AIDS. Kalau 18 suami itu punya istri lebih dari 1, maka jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS akan tambah banyak.

Jika dari 706 orang itu ada pekerja seks komersial (PSK), maka jumlah pengidap HIV/AIDS di Majalengka bisa lebih banyak dari angka ini karena 1 PSK setiap malam melayani hubungan seksual berisiko dengan 3 -- 5 laki-laki.

Ketika seorang PSK terdeteksi HIV-positif itu artinya dia sudah tertular miniml 3 bulan. Nah, kalau dalam 1 bulan dia praktek 25 malam, maka 3 bulan ada [3 x 25 x (3-5)] = 225 -- 375 laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS.

Disebutkan pula: Menurut keterangan Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka Agus Susanto disertai Kasie P2P Dede Pranoto, penambahan kasus setiap tahunnya cukup banyak, dan hampir seluruhnya penularan akibat hubungan seksual terlarang.

Astaga, apa pula yang dimaksud dengan hubungan seksual terlarang?

Ada-ada saja.

Penularan IMS dan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual, dalam hal ini "hubungan seksual terlarang,' tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap IMS atau HIV/AIDS atau keduanya sekaligus dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom. Ini fakta medis.

Pemberian obat antiretroviral (ARV) kepada pengidap HIV/AIDS adalah langkah di hilir yaitu terhadap warga yang sudah tertular HIV/AIDS.

Sedangkan untuk menangulangi epidemi HIV/AIDS yang diperlukan adalah program yang konkret di hulu untuk menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK dan cewek prostitusi online.

Tanpa langkah konkret di hulu, insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi pada laki-laki dewasa yang selanjutnya jika tidak terdeteksi mereka akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat. Terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun