Disebutkan sampai tahun 2022 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kota Cirebon sebanyak 1.800.Dari jumlah ini 300 di antaranya ada pada masa AIDS (tertular antara 5-15 tahun sebelumnya dan mereka tidak meminum obat antiretroviral/ARV).
Yang perlu diingat jumlah kasus yang terdeteksi (1.800) tidak menggambarkan kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus yang terdeteksi (1.800) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (lihat gambar).
Maka, Pemkot Cirebon harus mencari warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi melalui langkah-langkah yang konkret tanpa melawan hukum dan melanggar HAM.
Di judul disebutkan: Sebagian Besar Akibat Hubungan Sesama Jenis. Tapi, dalam berita tidak ada penjelasan.
Berita-berita yang mengumbar kasus HIV/AIDS diaitkan dengan 'sesama jenis' hanya untuk sensasi yang bombastis tanpa makna. Dalam epidemi HIV/AIDS kasus HIV/AIDS pada gay ada di terminal terakhir karena mereka tidak punya istri.
Yang jadi masalah besar adalah kasus HIV/AIDS pada laki-laki heteroseskual karena mereka punya istri, selingkuhan dan seks dengan pekerja seks komersial (PSK). Bahkan, ada laki-laki yang istrinya lebih dari satu sehingga kian banyak perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS jika seorang laki-laki heteroseksual tertular HIV/AIDS.
Disebutkan pula: " .... pihaknya juga terus memantau dan melakukan pemeriksaan HIV terhadap populasi berisiko seperti pekerja seks, waria, ibu hamil, warga binaan, dan populasi kunci lainnya."
Langkah di atas ada di hilir, yaitu setelah mereka tertular HIV/AIDS. Yang diperlukan adalah langkah di hulu yaitu intervensi terhadap laki-laki agar memakai kondom jika melalukan hubungan seksual berisiko.
Maka, tanpa langkah konkret di hulu penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Kota Cirebon sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *