Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Memenuhi Kebutuhan Dasar Anak dan Balita di Masa Transisi

1 Juli 2022   19:47 Diperbarui: 2 Juli 2022   03:00 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: promkes.kemkes.go.id)

Pembatasan yang diberlakukan di banyak negara, termasuk Indonesia, terkait dengan pandemi virus corona (Covid-19) sekitar dua tahun berdampak buruk secara sosial dan psikologis terhadap anak-anak, terutama usia dini.

Kondisi itu mempengaruhi pertumbuhan fisik dan psilogis anak-anak karena mereka kehilangan interaksi sosial dengan kehidupan sosial di masyarakat dan sekolah.

Bahkan, interaksi dengan orang tua dan anggota keluarga lain pun terganggu karena pembatasan fisik. Apalagi orang tua atau anggota keluarga lain bekerja di luar rumah maka ketika mereka pulang ke rumah ada aturan yang membuat relasi antara anggota keluarga dibatasi.

Maka, ketika pandemi mulai reda dan pembatasan mulai dikurangi kehidupan memasuki masa transisi dengan kondisi anak-anak sudah kehilangan masa bermain dan bersekolah serta interaksi yang terbatas di sosial dan keluarga. Dalam kaitan inilah peringatan Hari Keluarga Nasional setiap tanggal 29 Juni jadi penting sebagai pengingat.

Di masa transisi orang tua dan anggota keluarga lain mulai mempunyai rutunitas baru yang tetap ada pembatasan secara fisik dan sosial. Dalam kondisi ini lagi-lagi anak-anak menghadapi masalah baru pula.

Data UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund - Dana Darurat Anak Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa) menunjukkan selama pandemi orang tua mengalami tingkat stres  dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi. Selain itu penilaian UNICEF juga menunjukkan bahwa pengasuhan anak di rumah saja memiliki risiko tersendiri. Kondisi ini sangat mungkin mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis anak. Soalnya, sebelum pandemi anak-anak berinteraksi secara sosial di keluarga, lingkungan dan sekolah. Akhi pekan pun dihabiskan dengan wisata atau jalan-jalan ke mal.

Webinar Danone Indonesia, 28 Juni 2022,
Webinar Danone Indonesia, 28 Juni 2022, "Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi." (Foto: Dok. Danone Indonesia) 

Dalam kaitan itulah, seperti dikatakan oleh Corporate Communications Director, Danone Indonesia, Arif Mujahidin, masa transisi jadi kesempatan yang baik untuk mengasah dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, terutama dalam perkembangan sosial emosionalnya. Hal ini disampaikan oleh Arif di webinar Danone Indonesia, Jakarta, 28 Juni 2022, bertema "Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi." Bagi yang ingin mendapatkan informasi lengkap tentang kiat keluarga, silakan klik YouTube "Nutrisi Bangsa" (https://www.youtube.com/watch?v=P9QTbLbGPnw).

Terkait dengan aspek emosional anak, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak, Dr dr Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH, mengatakan dalam webinar bahwa aspek sosial dan emosional sangat penting bagi anak untuk mencapai semua aspek kehidupannya dan bersaing di fase kehidupan selanjutnya yang dimulai dari remaja hingga lanjut usia.

Maka, optimalisasi peran orang tua dalam memberikan pengasuhan pada anak-anak di masa transisi merupakan bagian dari upaya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak. Peran orang tua jadi penting karena secara empiris anak-anak sangt tergantung kepada orang tua. "Kami memahami bahwa anak membutuhkan lingkungan terdekatnya untuk merangsang dan memberikan kesempatan tumbuh kembang yang optimal," ujar Arif mengingatan orang tua.

Itulah sebabnya mengapa penting bagi orang tua untuk memiliki pemahaman yang baik mengenai perkembangan sosial emosional anak khususnya di masa transisi pasca pandemi saat ini. Yang perlu diingat, seperti dikatakan oleh Dr Bernie,  gangguan perkembangan emosi dan sosial anak bisa mempengaruhi masalah kesehatan di masa dewasa, seperti gangguan kognitif, depresi, dan potensi penyakit tidak menular.

Ketika memasuki masa transisi orang tua dan anak-anak mulai mempunyai rutinitas baru yang juga membuat mereka lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan sosial sehingga perlu ada upaya adaptif. Untuk itulah keluarga diharapkan bisa memberikan respon yang baik terhadap perubahan yang dihadapi anak dan orang tua. Maka, diperlukan penguatan fungsi-fungsi keluarga untuk  menghadapi situasi yang tidak diinginkan di masa transisi.

Ilustrasi. (Sumber: sehatnegeriku.kemkes.go.id)
Ilustrasi. (Sumber: sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Pengalaman seorang ibu yang inspiratif yaitu Founder Joyful Parenting 101, Cici Desri, menunjukkan proses adaptasi di masa transisi tidak selalu berjalan dengan mudah, mulai dari kekagetan Si Kecil yang bertemu dengan banyak orang baru, beraktivitas dan berinteraksi dengan banyak orang membuat Si kecil kadang juga menjadi frustasi. Menurut Cici,, sebagai orangtua ia dan suaminya mendorong S Kecil untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan secara verbal sehingga mereka dapat mengetahui apa yang dirasakan Si Kecil secara emosional.

Maka, penguatan fungsi-fungsi keluarga jadi penting karena, seperti dikatakan oleh Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr  Irma Ardiana, MAPS, dalam webinar bahwa gaya pengasuhan memengaruhi perkembangan kognitif, emosional, dan sosial anak.

Gaya pengasuhan sendiri menekankan pengasuhan bersama dengan mengedepankan aspek-aspek komunikasi, negosiasi, kompromi, dan pendekatan inklusif untuk pengambilan keputusan dan pembagian peran dalam keluarga. "Pengasuhan bersama antara ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan kepada anak-anak mereka," ujar dr Irma.

Dalam kaitan itulah peran orang tua yang tepat dalam memberikan dorongan, dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi milestone aspek perkembangan yang merupakan hal yang penting.

Salah satu kondisi yang bisa terjadi di masa pembatasan Covid-19 adalah stunting (pertumbuhan anak yang tidak sesuai dengan pertambahan usia). Apalagi anak di masa pembatasan ada pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), maka. "Jadi sangat penting untuk memastikan kebutuhan nutrisi dan psiko-sosial sejak janin sampai dengan anak usia 23 bulan," kata dr Irma mengingatkan orang tua.

Di masa pembatasan anak-anak akan menghadapi beberapa persoalan, seperti gizi dan nutrisi serta imunisasi dasar. Bicara gizi jadi bagian dari upaya untuk meningkatkan pemahaman tentang gizi bagi anak dan balita. Selain itu juga akte lahir dan pendidikan dasar. Ini disebut dr Irma sebagai salah satu indikator untuk melihat sepak-terjang keluarga dan mengasuh anak.

Tapi, yang perlu diingat adalah akte lahir. imuniasi dasar dan pendidikan dasar merupakan hak universal sehingga jika ada anak yang tidak mendapatkan akte lahir, imuniasi dasar dan pendikan dasar, maka persoalan bukan pada orang tua tapi pada negara, dalam hal ini pemerintah.

Pembatasan membuat orang tua tidak bisa membawa bayi, anak atau balita ke Posyandu dan Puskesmas. Sementara itu Posyandu juga tutup karena menghindari kerumunan. Begitu juga dengan gizi dan nutrisi pembatasan membuat penghasilan orang tua berkurang, walaupun pun ada Bansos tapi tidak merata dan tidak pula mencukupi.

Keterbatasan akses selama pembatasan karena pandemi yang menyebabkan hak-hak dasar anak hilang atau tidak dipenuhi, maka pemerintah harus memenuhinya sebagai bentuk pertanggungjawaban. Dalam kaitan inilah hak-hak dasar anak bisa dipenuhi di masa transisi. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun