Sosialisasi dan edukasi sudah dimulai sejak awal epidemi di tahun 1980-an, tapi hasilnya nol besar karena materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos, sedangkan fakta medisnya hilang.
Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan seks sebelum menikah, zina, selingkuh, melacur dan homoseksual. Padahal, risiko penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) karena salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom saat terjadi hubungan seksual (kondisi hubungan seksual) (Lihat matriks).
Tanpa langkah-langkah yang konkret untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat dan menurunkan insiden infeksi HIV baru di hulu, maka kasus HIV/AIDS baru akan terus terjadi di Kab Cirebon.
Warga, terutama laki-laki dewasa, yang tertular HIV/AIDS dan tidak terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Penyebaran HIV/AIDS ini bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS' di Kab Cirebon. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H