Selain itu Pemkab Cirebon juga harus menutup 'pintu masuk' HIV/AIDS, terutama melalui perilaku seksual berisiko, yaitu:
Itu artinya diperlukan langkah di hulu terutama pada poin:
(1) Laki-laki dan perempuan dewasa melakukan hubungan seksual di dalam nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi suami tidak pakai kondom, karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
(2) Laki-laki dan perempuan dewasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
(3) Laki-laki dewasa melakukan hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK), dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja PSK tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
(4) Laki-laki dewasa melakukan hubungan seksual dengan waria dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja waria tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
(5) Perempuan dewasa melakukan hubungan seksual gigolo dengan kondisi gigolo tidak pakai kondom, karena bisa saja gigolo tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS.
Tentu saja pencegahan pada poin (3) mustahil karena praktek PSK tidak dilokalisir sehingga tidak bisa dilakukan penjangkauan untuk memaksa laki-laki memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Kondisinya kian runyam karena sekarang transaksi seks dilakukan melalui media sosial dengan cewek-cewek prostitusi online. Eksekusi dilakukan sembarang waktu di sembarang tempat sehingga mustahil dijangkau (Lihat matriks).
Dalam berita disebutkan: Ada sejumlah program penanggulangan HIV-Aids yang sempat terhenti karena pandemi Covid-19. Di antaranya edukasi masyarakat dan komunitas berisiko tinggi, beberapa fasilitas untuk ODHA, ....