Di banyak negara K-9 dipakai untuk membantu SAR dan polisi, tapi di negeri ini tidak dimanfaatkan secara optimal
Berita di sebuah stasiun TV sore ini, 23/5-2022, tentang ada tentang seorang laki-laki yang dipanah di lengan kirinya di Mataram, NTB.
Dikabarkan polisi setempat sedang menyelidiki kasus tersebut antara lain dengan memerika beberapa saksi dan CCTV di seputar tempat kejadian.
Kalau melihat langkah polisi di beberapa negara, mereka memakai anjing pelacak, dikenal sebagai K-9, untuk membantu menemukan titik terang sebuah kasus kriminal.
Tapi, mengapa Polri tidak memanfaatkan K-9 untuk membantu pelacakan dalam penyelidikan kasus-kasus kriminal?
Seperti yang terjadi di Mataram. K-9 tentu bisa mencium bau di anak panah. Cuma, apakah petugas kesehatan di rumah sakit memakai sarung tangan ketika mencabut anak panah?
Bau yang ada di anak panah akan diendus K-9 sampai buntu. Sayang, polisi setempat tidak memanfaatkan K-9.
Begitu juga ketika ada 3 anak-anak hilang di siang hari di Langkat, Sumut, pada tahun 2020 polisi di sana juga tidak memakai K-9. Padahal, dengan K-9 bisa diketahui ke mana anak-anak itu pergi atau dibawa. Bisa saja K-9 berhenti di satu titik yang menandakan anak-anak itu dibawa dengan kendaraan bermotor. Info ini tentu bisa jadi salah satu kunci untuk melacak anak-anak itu.
Hal yang sama terjadi pada korban bencana alam. Pencarian dilakukan dengan menggali longsoran, padahal jika dengan K-9 akan lebih cepat ditemukan korban-korban yang tertimbun. K-9 bisa membantu tim SAR (search and rescue) untuk menemukan korban. Sayang polisi dan BNPB tidak memanfaatkan kemamuan K-9.
Sering terjadi ditemukan bayi. Ada yang diletakkan di beranda rumah warga, dibuang ke sungai atau kebun. Nah, K-9 bisa diandalkan mengendus orang-orang yang terkait dengan bayi itu berdasarkan bau di pakaian atau kardus tempat bayi.