Upaya meminimalisir kasus HIV/AIDS di Batam, Kepri, dilakukan penyuluhan, tapi tidak ada langkah konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru di hulu
"Dijelaskannya (Kepala Dinas Kesehatan Batam, Kepri, Didi Kusmarjadi), HIV sebagian besar disebabkan seks bebas yang disertai tanpa alat pengaman atau kondom. Apalagi ganti-ganti pasangan. Ditambah yang berhubungan seks dengan sesama jenis." Pernyataan ini ada dalam berita "4 Bulan, Tambah Kasus HIV Baru 194 Orang di Batam" (metropolis.batampos.co.id, 13/5-2022).
Pernyataan, 'HIV sebagian besar disebabkan seks bebas yang disertai tanpa alat pengaman atau kondom' tidak akurat karena risiko penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas), tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (lihat matriks).
Ganti-ganti pasangan seksual adalah perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS jika laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual.
Perlu juga diketahui bahwa melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang sering berganti pasangan, yaitu pekerja seks komersial (PSK), juga merupakan perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS karena ada kemungkinan PSK tersebut mengidap HIV/AIDS.
Terkait dengan 'berhubungan seks dengan sesama jenis', dalam hal ini gay, juga bukan penyebab tertular HIV/AIDS. Hal ini merupakan perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS jika yang menganal tidak memakai kondom.
Baca juga: Menakar Efektivitas Perda AIDS Provinsi Kepulauan Riau
Disebutkan dalam berita ".... penderita HIV di Batam masih didominasi antara usia 25 tahun sampai dengan 49 tahun" .... Ini merupakan hal yang realistis karena pada rentang usia itu dorongan seksual sangat tinggi. Bagi yang belum menikah bisa jadi mereka menyalurkan dorongan seksual dengan PSK sehingga berisiko tinggi terular HIV/AIDS jika mereka tidak memakai kondom.
Masalahnya adalah mereka tidak memperoleh informasi yang akurat tentang cara-cara mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Hal ini terjadi karena selama ini materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) sedangkan fakta medis HIV/AIDS hilang.