Dua dari tiga langkah penanggulangan HIV/AIDS di DKI Jakarta ada di hilir, sehingga kasus baru HIV akan terus terjadi karena program tidak mencegah infeksi HIV baru di hulu
"Pertama, memperkuat perencanaan program bersama tuberkulosis - HIV. Kedua, memperkuat pencatatan pelaporan. Ketiga, melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tuberkulosis - HIV." Ini tiga langkah Pemprov DKI Jakarta untuk menanggulangi Tuberkulosis-HIV seperti yang dikatakan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, dalam berita "Sebanyak 72.638 Warga DKI Jakarta Idap HIV-AIDS" (jakarta.bisnis.com, 26/4-2022).
Disebutkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di DKI Jakarta sampai Desember 2021 sebanyak 72.638.
Terkait langkah pertama yaitu program dalam berita tidak dijelaskan apa dan bagaimana menjalankan program yang dimaksud Wagub Jakarta. Penjelasan tentang program penting agar warga Jakarta memahami cara-cara mencegah, dalam hal ini, HIV/AIDS, yang masuk akal sehat.
Baca juga: Menakar Keampuhan Perda AIDS Jakarta
Soalnya, selama ini di Indonesia cara-cara mencegah penularan HIV/AIDS yang ada dalam materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) hanya sebatas mitos (anggapan yang salah) karena fakta medis HIV/AIDS hilang. Ini terjadi karena materi KIE tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama.
Fenomena Gunung Es
Sedangkan langkah kedua yaitu memperkuat pencatatan pelaporan adalah kegiatan di hilir. Artinya pencatatan dan pelaporan kasus HIV/AIDS yang terdeteksi.
Begitu juga dengan langkah ketiga yaitu melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi juga ada di hilir.
Dengan langkah-langkah penanggulangan di hilir, maka Pemprov DKI Jakarta membiarkan warganya tertular HIV di hulu dan penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terus terjadi.