Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penularan HIV/AIDS Bukan karena Hubungan (Seksual) yang Haram

29 November 2020   12:34 Diperbarui: 29 November 2020   12:49 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: indianexpress.com/Sumit Malhotra)

"Tak dapat dipungkiri terjadinya penularan HIV-AIDS ini, sebagian besar di tularkan melalui hubungan haram. Yaitu melalui wanita pekerja seks, perilaku seks bebas, dan penyuka sesama jenis. Hal itu menjadi penyebab tertinggi munculnya penderita VIH-AIDS baru di Kabupaten Subang. Namun untuk kondisi Ibu yang menyusui ke bayinya dan transfusi darah adalah risiko kecil dari penularan ini."

Pernyataan di atas ada dalam artikel "Selamatkan Indonesia dari Darurat HIV-AIDS" yang ditulis oleh Siti Aisah (Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang) di bandung.pojoksatu.id, 29/11-2020.

Pertama, yang membuat HIV/AIDS darurat di Indonesia justru karena materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS sebagai fakta medis dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga yang diterima masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah);

Kedua, seperti yang disebutkan di atas "Tak dapat dipungkiri terjadinya penularan HIV-AIDS ini, sebagian besar di tularkan melalui hubungan haram", ini jelas pernyataan yang tidak akurat karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (haram, zina, melacur, selingkuh, seks anal, seks oral, dll.), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satau atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom ketika terjadi hubungan seksual (Lihat matriks).

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Ketiga, yang menularkan HIV/AIDS ke pekerja seks komersial (PSK) justru laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK, dalam kehidupan sehari-hari laki-laki ini bisa saja sebagai seorang suami sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS ke istrinya.

Menyebut diri sebagai tenaga pendidik tentulah informasi yang disampaikan ini tidak sejalan dengan asas pendidikan yaitu mencerdaskan. Dengan menyebar mitos yang terjadi justru sebaliknya yaitu pembodohan.

Di bagian lain ada lagi pernyataan: Wajar saja jika di Tanah Air lokalisasi pelacuran di berbagai tempat kerap dilegalkan .... Ini juga tidak akurat karena Indonesia tidak pernah melegalkan pelacuran yang ada yaitu membuat regulasi berupa melokalisir pelacuran sebagai bagian dari upaya rehabilitasi dan resosialisasi PSK.

Sejak reformasi semua lokalisasi pelacuran ditutup yang mendorong prostitusi online yang justru tidak bisa dijangkau sehingga jadi lahan subur penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.

Kalau memang Sdri. Siti Aisah sebagai tenaga pendidik mau membantu pemerintah menanggulagi HIV/AIDS, maka ajaklah laki-laki di negeri in agar tidak melakukan perilaku berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV/AIDS, yaitu hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan yaitu PSK.

Perlu diketahui oleh Siti Aisah bahwa PSK ada dua tipe yaitu:

(1) PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(2) PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK online, dll.

Cobalah jelaskan bagaimana cara pemerintah menjangkau praktek PSK tidak langsung apalagi sekarang lokalisasi pelacuran sudah pindah ke media sosial, maka selama masih ada laki-laki yang melakukan perilaku berisiko itu artinya selama itu pula akan terus terjadi infeksi HIV baru.

Selanjutnya laki-laki yang tertular HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat tanpa disadari karena tidak ada tanda-tanda fisik dan keluhan kesehatan khas AIDS pada orang-orang yang tertular HIV/ADIS. Penularan ini bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermura pada 'ledakan AIDS'. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun