Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanpa Pasal yang Konkret, Perda AIDS Sumatera Utara Kelak Akan Sia-sia

29 Oktober 2020   09:28 Diperbarui: 29 Oktober 2020   09:43 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara (DPRDSU) menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait Program Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah Inisiatif DPRDSU tentang Penanggulangan HIV/AIDS di Sumatera Utara. Ini lead di berita "UISU dan DPRD Sumut FGD Tentang HIV/AIDS", harianandalas.com, 23/6-2020.

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 12 Agustus 2020, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Sumut dari tahun 1987 sampai Juni 2020 mencapai 24.696 yang terdiri atas 20.456 HIV dan 4.240 AIDS. Jumlah ini menempatkan Sumut di peringkat ke-7 nasional dalam jumlah kumulatif HIV/AIDS.

Di Indonesia peraturan daerah (Perda) tentang penanggulangan HIV/AIDS sudah ada 134 yaitu 23 perda provinsi, 85 perda kabupaten dan 28 perda kota. Sedangkan di Sumatera Utara ada 3 perda yaitu dan Kabupaten Serdang Bedagai (2006), Kota Tanjung Balai (2009), dan Kota Medan (2012).

Perda-perda itu hanya copy-paste dan hanya berisi pasal-pasal normatif yang tidak menukik ke akar persoalan. Ini terjadi karena Perda-perda AIDS di Indonesia mengekor ke ekor program penanggulangan HIV/AIDS di Thailand.

Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand

Program penanggulangan HIV/AIDS di Thailand dikenal dengan program 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran dan rumah bordil atau cakela.

Secara berkala PSK dites IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis/raja singa, kencing nanah/GO, virus hepatitis B, klamdia, jengger ayam, dll.). Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS, maka mucikari atau germo menerima sanksi yang sudah disepakati secara hokum yaitu mulai dari teguran, peringatan sampai pencabutan izin usaha. Hal ini dilakukan karena sudah terbukti germo membiarkan laki-laki seks dengan PSK tanpa memakai kondom.

Nah, di Indonesia Perda menghukum PSK. Ini yang konyol karena 1 PSK dibui ada ratusan PSK yang akan mengisi tempat PSK yang dihukum itu. Germo pun selalu membela pelanggan dengan membiarkan tidak pakai kondom jika PSK meminta laki-laki pakai kondom ketika hubungan seksual.

Baca juga: Perda AIDS Merauke (Hanya) 'Menembak' PSK

Tiga Perda AIDS yang ada di Sumut juga sami mawon atau setali tiga uang. Pasal-pasal tidak menukik ke pencegahan penularan HIV/AIDS secara faktulan karena normatif.

Baca juga: (1) Perda AIDS Kab Serdang Bedagai, Sumut: Penggunaan Kondom 100 Persen Tanpa Pemantauan, (2) Menyibak Perda AIDS Kota Tanjungbalai, Sumut, dan (3) Pasal-pasal Normatif Penanggulangan HIV/AIDS di Perda AIDS Kota Medan

Maka, jika DPRD Sumut menyusun rancangan perda (Raperda) tentang penanggulangan HIV/AIDS ada beberapa poin yang harus diperhatikan, yaitu pintu masuk HIV/AIDS ke masyarakat. Tanpa ada pasal yang bisa menutup pintu masuk ini dengan cara-cara yang realistis, maka penyebaran HIV/AIDS di Sumut akan terus terjadi.

Pintu masuk HIV/AIDS yang harus ditangani dengan pasal-pasal konkret di Perda yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(2). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.) karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(4). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.), karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(5). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan, seperti gigolo, dengan kondisi gigilo tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu dari gigolo itu mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

PSK dikenal ada dua jenis, yaitu:

(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di tempat pelacuran (dulu disebut lokalisasi atau lokres pelacuran) atau mejeng di tempat-tempat umum, dan

(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Mereka ini 'menyamar' sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat, cewek pemandu lagu, ibu-ibu, cewek (model dan artis) prostitusi online, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.

(7). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan waria karena ada waria yang sering ganti-ganti pasangan sehingga bisa jadi waria tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

Sebuah studi di Surabaya awal tahun 1990-an menunjukkan laki-laki pelanggan waria umumnya laki-laki beristri. Ketika seks dengan waria mereka justru jadi 'perempuan' (dalam bahasa waria ditempong atau di anal) dan waria jadi 'laki-laki' (dalam bahasa waria menempong atau menganal).

(8). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan waria heteroseksual (waria tidak memakai kondom). Dalam prakteknya waria ada yang heteroseksual sehingga menyalurkan dorongan seksual dengan perempuan. Bisa saja waria tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

(9). Laki-laki dewasa biseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis dan sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja salah satu dari laki-laki atau perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

(10). Laki-laki dewasa homoseksual yaitu gay (secara seksual tertarik pada sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

Dari 10 pintu masuk HIV/AIDS hanya satu yang bisa diintervensi yaitu poin 6 b dengan syarat praktek PSK dilokalisir. Celakanya, sejak reformasi ada gerakan massif dengan latar belakang moral menutup semua tempat pelacuran. Akibatnya, pelacuran pun pindah ke jalanan dan sekarang bermigrasi pula ke media sosial yang dikenal dengan prostitusi online.

Adalah hal yang mustahil melakukan intervensi terhadap prostitusi online agar laki-laki selalu memakai kondom karena transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu. Lagi pula cewek-cewek prostitusi online tidak kasat maka itu sebabnya mereka disebut PSK tidak langsung.

Jika kelak Perda AIDS Sumut tidak mempunyai program yang konkret untuk menutup pintu masuk HIV/AIDS, maka penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, terjadi tanpa disadari yang jadi 'bom waktu' kelak akan bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun