Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

WN Perancis, FAC, Penikmat Sensasi Seks Lintas Generasi

11 Juli 2020   12:36 Diperbarui: 11 Juli 2020   12:39 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: rcnradio.com).

Kejahatan warga negara asing (WNA) asal Perancis, FAC alias Frans (65) yang merupakan predator paedofil tak bisa ditoleransi. Ini lead di berita "Fakta Eksploitasi 305 Anak oleh WN Prancis, Bisa Bahasa Indonesia hingga Rehabilitasi Korban..." (kompas.com, 11/7-2020). FAC ditangkap oleh polisi dari Polda Metro Jaya.

Selama ini ada yang tidak pas terkait dengan pengaitan perilaku pedofilia sebagai parafilia. Pedofilia adalah laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual dengan anak-anak, laki-laki dan perempuan, umur 7-12 tahun. Tidak dilakukan dengan bayaran, tapi menjadikan korban sebagai anak asuh, anak angkat, keponakan angkat, bahkan sebagai pasangan hidup.

Sedangkan yang dilakukan oleh FAC jelas kejahatan seksual yang menyasar anak-anak di bawah umur. Ini tidak ada kaitan langsung dengan parafilia karena FAC melakukan aksinya seperti prostitusi dengan bayaran. Lagi pula dalam berita disebutkan: Setidaknya ada 305 anak yang telah menjadi korban. Sebanyak 17 anak telah diidentifikasi, di antaranya berusia 10 tahun, 13 tahun, hingga 17 tahun.

Masyarakat Permisif Dimanfaatkan Pelaku Kejahatan Seksual dan Pedofilia

Ada beberapa kali penyebutan 'predator paedofil' dalam berita. Ini istilah yang ngawur karena pedofilia tidak melakukan kekerasan seksual dan tidak pula sebagai predator (KBBI: binatang yang hidupnya dari memangsa binatang lain; hewan pemangsa hewan lain).

Yang lebih tepat FAC mencari sensasi seks dengan modus kejahatan seksual di Indonesia dengan korban anak-anak di bawah umur. Hal ini juga yang dilakukan oleh buronan FBI Russ Albert Medlin yang juga ditangkap Polda Metro Jaya (Juni 2020) yang memakai jasa germo, A, 20 tahun, yang ditangkap polisi di Lebak, Banten, 19 Juni 2020, untuk mendapatkan perempuan yang berumur 15-17 tahun. A sudah 'menjual' 10 perempuan ke Medlin sejak tahun 2017.

Bisa dilihat dari umur FAC yaitu 65 tahun yang mencari seks lintas generasi dengan anak-anak di bawah umur 17 tahun. Hal ini juga yang dilakukan Medlin. Pelacuran anak juga marak karena dicari oleh 'hidung belang' penikmat seks lintas generasi.

Indonesia bagaikan 'surga' bagi penikmat seks. Bagi laki-laki yang gemar prostitusi ada lima tempat di Indonesia yang jadi tujuan 'hidung belang' manca negara (internasional) yaitu:

(1). Batam bagi laki-laki pencari prostitusi dan 'istri simpanan' dari Singapura dan Malaysia. Awal tahun 2000, misalnya, seorang dokter 'disemprot' seorang perempuan karena disebut tertular IMS (infeksi menular seksual). "Pak Dokter, saya tidak pernah 'gituan'," kata perempuan muda itu. Yang bikin Pak Dokter bingung adiknya juga tertular IMS yang sama. "Itu tertular dari laki-laki yang sama," kata Pak Dokter waktu itu. Benar saja, perempuan itu mengaku istri simpanan WN Malaysia bersama adiknya. Itu sebabnya dia marah karena dia pikir IMS menular jika jadi pekerja seks komersial (PSK) atau zina. Sedangkan dia dan adiknya dijadikan istri oleh WN Malaysia.

(2). Singkawang tujuan prostitusi dan kawin bagi laki-laki dari China daratan dan Taiwan.

(3). Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sebagai tujuan pelancong laki-laki dari kawasan Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Tengah

(4) dan (5). Cikarang, Jawa Barat dan Cilegon, Banten, sebagai tujuan laki-laki 'hidung belang' dari Korea Selatan

Sedangkan tujuan kalangan pedofilia adalah beberapa daerah tujuan wisata yang masyarakatnya dikenal permisif [bersifat terbuka (serba membolehkan; suka mengizinkan)]. Semula 'surga' bagi pedofilia adalah Filipina, tapi sejak ada hukuman suntik mati bagi pelaku seks terhadap anak-anak kalangan pedofilia pun pindah ke Indonesia. Imigrasi Bali, misalnya, sudah sering mendeportasi pedofilia berkat informasi dari beberapa negara, terutama Australia.

Selama ancaman hukuman atau sanksi pidana rendah, paling tinggi 15 tahun melalui UU Perlindungan Anak, maka Indonesia akan terus jadi sasaran pedofilia dan pelaku seks lintas generasi.

Perzinaan Adalah Delik Aduan

Aksi pedofilia akan sulit terdeteksi polisi karena orang tua korban, bahkan masyarakat, menganggap pedofilia sebagai 'malaikat' karena memberikan bantuan materi dan non-materi, seperti les bahasa asing gratis. Seorang wartawan pernah 'diusir' warga di salah satu daerah tujuan wisata (DTW) terkemuka di Indonesia ketika mencari bahan liputan tentang pedofilia. Harap maklum, bule itu membantu warga yang dihimpit kemiskinan.

Di dalam berita disebutkan: Karena adanya kasus ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk memperketat pengawasan terhadap sejumlah hotel dan penginapan.

Kalau pedofilia tidak membawa korbannya ke penginapan, losmen, hotel melati atau hotel berbintang karena dia membaur dengan masyarakat dengan menyewa atau mengontrak rumah. Yang selama ini terjadi polisi dan Satpol PP hanya berani merazia penginapan, losmen, dan hotel melati. Padahal, perzinaan, prostitusi online dan kejahatan seksual bisa terjadi di sembarang tempat tidak hanya penginapan, losmen, atau hotel melati.

Dalam berita Ketua KPAI Susanto, mengatakan: "Karena diduga kasus ini terjadi di hotel, ini menjadi warning untuk memastikan untuk Pemda melakukan pengawasan dan kontrol terhadap hotel dan tempat hiburan di wilayah kita."

Yang jadi persoalan besar selama ini atas nama moral polisi dan Satpol PP melalukan razia pekat (penyakit masyarakat) dengan menggerebek semua kamar penginapan, losmen, dan hotel melati. Padahal, perzinaan adalah delik aduan. Seorang suami atau istri atau orang tua melapor ke polisi dengan dugaan istri, suami atau anaknya berzina di penginapan, losmen, atau hotel melati tsb. Tapi, yang digerebek hanya kamar yang diduga ditempati terlapor bukan semua kamar. Maka, yang terjadi selama ini adalah menegakkan hukum dengan perbuatan yang melawan hukum.

Disebutkan pula: Jika terjadi gerak-gerik yang mencurigakan dari orang tak dikenal terhadap anak, segara lah melapor ke kepolisian agar tak berbuat lebih jauh. Justru pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak dan pedofilia tidak pernah menunjukkan gerak-gerik yang mencurigakan. Kasus Medlin terbongkar karena warga curiga anak-anak silih berganti masuk ke rumah yang dikontrak Medlin. Sedangkan pedofilia hidup berbaur dengan masyarakat dan bagaikan 'malaikat' bagi masyarakat.

Menteri Sosial (Mensos), Juliari P Batubara, menyebutkan bahwa para korban dapat menjalani pemulihan di balai milik Kemensos yang berada di kawasan Jakarta Timur. Ini saja saja dengan membiarkan anak-anak terus jadi mangsa pelaku kejahatan seksual dan pedofilia serta penikmat seks lintas generasi.

Soalnya, selama ada masyarakat yang dibelenggu kemiskinan inilah yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan seksual dan kalangan pedofilia.

Maka, yang perlu digencarkan oleh Kementerian Sosial, KPAI dan LSM adalah penyuluhan dan pendampingan serta advokasi agar masyarakat memahami geliat pedofilia serta dampak buruknya terhadap anak-anak. Selain itu perlu pula dukungan dari kementerian lain untuk mengatasi kemiskinan, terutama di daerah-daerah yang selama ini jadi sasaran pedofilia dan pelaku kejahatan seksual. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun