Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Singgih Raharjo, menganjurkan wisatawan yang menginap di hotel diimbau membawa surat keterangan sehat. Ini lead pada berita "Syarat Terbaru Menginap di Hotel Yogyakarta bagi Wisatawan Luar Daerah" kompas.com (10/7/2020).
Surat keterangan sehat diutamakan bagi wisatawan dari luar Yogyakarta. Dikatakan oleh Singgih: "Surat keterangan sehat bisa diperoleh dari Puskesmas, Rumah Sakit, terutama yang berasal dari zona merah, ini kan untuk kita antisipasi." Disebutkan bahwa sebelumnya Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Yogyakarta, Heroe Poerwadi, juga mengimbau wisatawan dari luar DIY setidaknya membawa surat keterangan sehat.
Ada yang salah kaprah terkait dengan rapid test dan tes swab dengan metode PCR. Tes bukan vaksin.
Hasil tes Covid-19 dengan tes swab hanya berlaku sampai saat pengusapan cairan di hidung dan tenggorokan. Selepas itu apa pun hasil tes tidak berlaku lagi karena ada kegiatan yang bisa jadi media penularan Covid-19.
Apalagi dalam perjalanan dari Jakarta ke Yogyakarta, misalnya, dengan kendaraan pribadi, angkutan umum bus dan kereta api (KA) dan kapal terbang tentu saja ada risiko tertular Covid-19.
Begitu juga dengan rapid test yang sudah jelas bukan mencari virus (Covid-19), tapi antibodi terhadap Covid-19 yang secara medis baru bisa dideteksi reagen antara 4-5 setelah tertular. Itu artinya hasil tes cepat (rapid test) bisa reaktif palsu (virus tidak ada di dalam tubuh tapi tes reaktf) atau non-reaktif palsu (virus sudah ada di dalam tubuh tapi belum ada antibodi sehingga tes non-reaktif).
Yang bisa membawa celaka adalah hasil rapid test non-reaktif palsu karena orang tersebut tertular Covid-19 tapi tidak ada gejala dan antibodi belum ada. Tapi, orang tersebut sudah bisa menularkan Covid-19 ke orang lain melalui droplet yang keluar dari mulut ketika batuk, bersin atau berbicara.
Yang paling tidak masuk akal adalah DIY hanya mensyaratkan 'surat keterangan sehat' dari Puskesmas atau rumah sakit (RS). Tidak jelas apakah 'surat keterangan sehat' harus didahului dengan tes Covid-19.
Kalau pun 'surat keterangan sehat' dengan persyaratan rapid test atau tes swab tetap saja berisiko karena hasil tes non-reaktif (rapid test) dan negatif (tes swab) bukan vaksin sehingga selepas tes ada risiko tetular Covid-19 jika kontak dengan orang positif Covid-19 atau orang-orang yang tertular Covid-19 tapi tidak ada gejala (OTG/Orang Tanpa Gejala) di berbagai kesempatan. Risiko lain bisa terjadi di keramaian, pasar, mal, bioskop, di angkutan umum, dll. jika tidak menjalankan protokol kesehatan yaitu tidak memakai masker, tidak menjaga jarak dan tidak mencuci tangah.
Dalam berita disebutkan pula: "Menuju masa normal baru, tantangan terbesar untuk mengendalikan kasus Covid-19 adalah datangnya orang dari luar daerah, misalnya wisatawan," kata Heroe Untuk itulah wisatawan yang berasal dari luar Yogyakarta dan hendak menghabiskan waktu dengan menginap di Yogyakarta, baik hotel maupun tempat keluarga, akan lebih baik jika membawa surat keterangan sehat dari daerah asal.
Yang perlu dipahami adalah 'surat keterangan sehat' bukan vaksin sehingga orang-orang yang memegang 'surat keterangan sehat' tidak ada jaminan akan bebas Covid-19.
Selain itu bagaimana dengan warga Yogyakarta yang kontak dengan pengidap Covid-19 sebagai OTG atau berkunjung ke daerah zona merah serta melancong ke negara dengan pandemi Covid-19 yang tinggi. Wisatawan dihadang dengan 'surat keterangan sehat', tapi warga Yogyakarta dibiarkan membawa risiko.
Ini sama saja dengan sikap Presiden AS, Donald Trump, yang menghadang pelacong dari China, tapi menginzinkan warga AS dan pemegang izin menetap masuk ke Amerika Serikat biar pun dari China. Ini di akhir Januari 2020 ketika Covid-19 sudah merebak di Wuhan dan beberapa kota besar di China. Kasus Covid-19 di AS dilaporkan 3.220.559 yang bertengger di puncak pandemi Covid-19 global. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H