Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orbituari: Prof Rindit Pambayun Penggagas "Gerakan Nasional Tidak Mencuci Beras"

9 Juli 2020   09:56 Diperbarui: 9 Juli 2020   10:15 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Grup WhatsApp "Alumni DBA batch 1" sejak kemarin, 8/7-2020, ramai dengan ucapan duka cita yang mendalam atas berpulangnya Prof Dr Ir Rindit Pambayun, MP, Guru Besar Ilmu Pangan Uniersitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Sumatera Selatan. Prof Rindit sendiri adalah alumni UGM Yogyakarta. Prof Rindit 'dipanggil YMK' tanggal 8 Juli 2020 pukul 17.45 di Palembang.

Prof Rindit tidak asing bagi 20 blogger peserta "Danone Blogger Academy" bersama Kompasiana Angkatan I Tahun 2017. Dengan gaya yang khas dan bahasa baku yang tidak kaku Prof Rindit memberikan materi tentang pangan pada tanggal 4 November 2017 di Kantor Danone Indonesia, Gedung Cyber 2, Kuningan, Jakarta Selatan.

Baca juga: Kecukupan Nutrisi pada "1000 Hari Pertama Kehidupan" Cegah Stunting

Salah satu isu yang menarik bagi saya adalah anjuran dan ajakan Prof Rindit untuk menggerakan masyarakat Indonesia memperbaiki cara mencuci beras ketika hendak dimasak. 

Soalnya, zat dan vitamin yang ada di bulir beras, seperti Vitamin B1 yang dikenal sebagai Thiamin, akan hilang kalau cara mencuci beras tidak benar. Dalam tubuh Vitamin B1 berguna untuk menjadikan karbohidrat sebagai energi. Vitamin B1 juga berperan dalam proses pencernaan dan penyerapan sari makanan di dalam tubuh.

Dari diskusi yang berkembang Prof Rindit mengajak agar ada gerakan "Tidak Mencuci Beras" agar tingkat kesehatan masyarakat terjadi karena Vitamin B1 tidak bisa diproduksi tubuh sehingga nasi jadi sumber utama jika cara mencuci beras tidak salah.

Baca juga: Gerakan Nasional Tidak Mencuci Beras

Sudah jadi kebiasaan (buruk) kalau mencuci beras sampai airnya bening. Ini akan membuang nutrisi dan vitamin yang ada di bulir beras sehingga yang dimakan hanya nasi untuk mengganjal perut agar tidak lapar.

Baca juga: 2 Miliar Penduduk Bumi Akan Makan Nasi Tanpa Nutrisi

Beberapa hal lain juga disampaikan Prof Rindit, seperti cara menggoreng telur ceplok dan menghilangkan racun dari singkong. Ceplok telur mata sapi jangan digoreng sampai kering. Sedangkan singkong di potong ujung dan pangkal untuk menghilangkan racun.

Prof Rindit juga tidak sepakat dengan diversifikasi pangan hanya untuk menghemat beras karena dengan luas lahan sawah yang ada di Indonesia, menurut Prof Rindit, tidak hanya cukup untuk rakyat Indonesia tapi bisa memberi makan warga dunia.

Tentu saja pengelolaan sawah dengan cara-cara yang modern dan menakisasi pertanian. Prof Rindit menganjurkan pemerintah menyewa lahan sawah warga. Soal batas lahan, menurut Prof Rindit, itu masalah gampang karena ada GPS (Global Positioning System yaitu sistem navigasi berbasis satelit) sehingga batas cukup dengan titik tidak perlu dengan fisik.

Itu yang disebut Prof Rindit sebagai 'rice estate'. Dia membandingkan luas lahan di Vietnam dan Indonesia yang sangat jauh bedanya. Tapi, mengapa Vietnam bisa ekspor beras? "Ya, karena dikelola dengan mekanisasi," ujar Prof Rindit ketika itu.

Baca juga: Tak Perlu Diversifikasi Pangan, Wujudkan Kedaulatan Beras dengan "Rice Estate"

Biar pun gagasan Prof Rindit tidak 'ditangkap' pemerintah, paling tidak tulisan dan artikel yang disebarkan oleh 20 blogger peserta DBA Angkatan I akan jadi inspirasi bagi warga untuk memanfaatkan vitamin yang ada di bulir beras dengan cara mencuci beras yang benar.

Selamt Jalan Prof Rindit, semoga lapang di alam sana .... Gagasanmu akan terus kami sebarluaskan untuk kemaslahatan umat .... *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun