Kasus pertama di Korsel terdeteksi justru bukan pada orang-orang yang kontak dengan pelancong dari Wuhan, tapi pada seorang jemaat sebuah rumah ibadat. Tes Covid-19 terhadap jemaat rumah ibadat itu kemudian menghasilkan 200 jemaat yang positif Covid-19.
Dengan kondisi pandemi yang landai, Korsel tetap memilih menutup sekolah setelah muncul kasus-kasus baru. Yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya. Pandemi belum mencapai puncak karena tes yang sangat kecil tapi kegiatan publik sudah dibuka. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hanya dijalankan di atas kertas karena kegiatan masyarakat berjalan seperti biasa bahkan sebagian besar mengabaikan protokol kesehatan.
Pada epidemi atau pandemi yang bisa diandalkan adalah vaksin untuk menghentikan penyebaran virus. Tapi, karena vaksin corona tidak ada tentulah diperlukan langkah-langkah yang revolusioner dengan skala nasional untuk memutus mata rantai penyebaran virus. Bisa disebut sebagai 'vaksin sosial' yaitu tes masif yang massal secara sistematis serta penerapan protokol kesehatan.
Langkah itu berhasil di jalankan di China, Korsel, Thailand dan Vietnam. Bahkan, di Vietnam tidak ada kasus kematian karena Covid-19. China dan Thailand melakukan lockdown atau penguncian di beberapa provinsi dan menghentikan penerbangan serta menutup tempat-tempat wisata. Korsel tidak melakukan lockdown tapi mengunci tempat-tempat yang banyak terdeteksi Covid-19, seperti apartemen.
Pemerintah Setengah Hati Jalankan Program Penanganan Pandemi Covid-19
Vietnam memilih berperang melawan Covid-19 dengan mengabaikan ekonomi. Perbatasan ditutup. Penerbangan dihentikan. Tes dijalankan. Tracing dilakukan sampai buntu. Ini bertolak belakang dengan banyak negara yang memilih pemulihan ekonomi di tengah-tengah pandemi Covid-19 yang bermuara pada 'neraka' pandemi dengan laporan harian kasus yang banyak dan membawa negara-negara itu ke 'papan atas' pandemi global.
Ketika pandemi Covid-19 bergejolak di negara-negara ASEAN, Indonesia masih berpangku tangan dan diramaikan dengan debat berkepanjangan, terutama di TV, yang tidak berkesudahan. Pemerintah pun, melalui Menkes, menantang pihak-pihak yang tidak percaya bahwa kasus Covid-19 belum ada di Indonesia sebelum tanggal 2 Maret 2020.
Beberapa pejabat tinggi justru mengeluarkan komentar nyeleneh yang menganggap remeh pandemi corona: dengan doa corona terbang dari Indonesia, nasi kucing tangkal corona, corona sulit masuk karena izin berbelit-belit, .... dst.
Padahal, ketika Singapura, Thailand dan Malaysia, dua negara terakhir jadi tujuan wisata dunia yang mengalahkan 'Wonderful Indonesia', menjalankan program penanganan pandemi, seperti lockdown, Indonesia justru memberikan diskon 50% tarif penerbangan ke 10 destinasi wisata. Maka, masuk akal kalau kemudian kematian pertama karena Covid-19 terjadi di Bali.
Baca juga: Kematian Pertama Terkait HIV/AIDS dan Covid-19 Terjadi di Bali
Wisatawan mancanegara (Wisman) yang tertahan di Bangkok dan Kuala Lumpur terbang ke Bali. Padahal, banyak dari Wisman itu dari China dan sudah terjadi kontak antar warga dari berbagai negara sebelum terbang ke Bali.