Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karyawan Gerai Kopi yang Intip Payudara adalah Parafilia sebagai Voyeur

3 Juli 2020   19:27 Diperbarui: 3 Juli 2020   19:42 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: medium.com).

Yang menyalahkan korban bisa diketegorikan sebagai orang yang turut membantu perbuatan Si Voyeur

Tanpa kita sadari di sekeliling kita banyak orang yang merpuakan parafilia yaitu orang-orang yang menyalurkan dorongan seksual dengan cara yang lain yang juga sebagai deviasi seksual.

Banyak tipe parafilia yang sudah diidentifikasi, seperti infantofilia (dorongan seks ke bayi dan anak-anak, laki-laki dan perempuan, umur 0 -- 7 tahun), pedofilia (dorongan seks anak-anak, laki-laki dan perempuan, umur 7 -- 12 tahun), nekrofilia (dorongan seks ke mayat), bestialis (dorongan seks ke binatang), dll.

Baca juga: Kekerasan Seksual, Infantofilia Intai Bayi dan Anak-anak

Nah, karyawan gerai kopi yang mengintip payudara pelanggan di gerai itu merupakan seorang parafilia, dalam hal ini disebut voyeurisme. Orang-orang yang masuk kategori voyeurisme disebut sebagai voyeur atau Peeping Tom.

Voyeur memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip bagian-bagian badan lawan jenis atau aktivitas seksual pasangan, yang justru tidak dikenal, dan mereka tidak akan pernah menjalin kontak dengan korban.

Kepuasan seksual diperoleh voyeur ketika mengintip baik secara langsung melalui celah dinding atau melalui perangkat video, seperti CCTV, atau teropong.

Voyeur gemar mengintip lawan jenis yang sedang telanjang, ganti pakaian, mandi, bahkan mengintip pasangan yang sedang melakukan hubungan seksual.

Pelaku bisa saja sambil melakukan onani atau masturbasi ketika sedang mengintip karena dengan mengintip dorongan seksual voyeur muncul yang dieksekusi dengan onani atau masturbasi.

Di lokalisasi pelacuran ada tempat khusus yang disebiakan bagi voyeur mengintip pasangan yang sedang sanggama. Pelaku mengintip sambil melakukan onani. Ini tidak gratis karena ada tarif khusus bagi pengintip. Soalnya, kalau yang diintip mengetahui ada yang mengintip tentu saja jadi persoalan sehingga ada imbalan jasa bagi pemilih wisma di lokalisasi pelacuran.

Ketika masih di kampung nun di bagian selatan Sumatera Utara pernah kejadian seorang laki-laki lari terbirit-birit sambil memegang, maaf, penisnya sambil berteriak ular .... ular .... ular .... Rupanya, dia mengintip perempuan yang sedang mandi di pancuran dari balik semak-semak. Tiba-tiba ada ular. Tentu saja Si Voyeur kaget bukan alang kepalang. Tanpa dia sadari masih memegang penis dia lari ke arah kampung.

Yang jelas voyeur tidak mengintip orang yang dikenal, tapi orang yang justru tidak mereka kenal. Dengan tidak mengenal objek Si Voyeur bisa melancarkan fantasi seksual sebagai pemicu untuk menimbulkan hasrat seksual. Mereka juga akan memilih objek yang sesuai dengan fantasi seks mereka. Itulah sebabnya seperti yang dilakukan oleh karyawan gerai kopi itu banyak pengunjung yang jadi korban. Bisa jadi dia memilih objek yang sesuai dengan fantasi seksualnya.

Bisa jadi voyeur seperti fenomena gunung es. Kasus yang terbongkar sejauh ini baru satu, tapi bisa saja banyak kasus yang tidak dilaporkan ke polisi dengan berbagai alasan. Pengelola hotel, mal, bioskop, gerai kopi, cafe, diskotek, karaoke, dll. yang memantau kegiatan dan tamu dengan perangkat CCTV diharapkan melakukan pengawasan terhadap operator CCTV.

Voyeur adalah pelaku kejahatan seksual karena melakukan perbuatan yang mengeksploitasi tubuh perempuan tanpa izin. Tidak hanya sebatas pelecehan, tapi sudah masuk kategori kejahatan seksual. Apalagi pelaku menyebarkan dan menjual foto dan video yang dia rekam sudah jelas merupakan perbuatan kriminal yang didakwa dengan pidana.

Soalnya, foto dan video dalam berbagai kegiatan dan kondisi bisa saja dijual di pasar gelap karena tidak sedikit parafilia yang juga terangsang dengan melihat foto dan video. Ini jelas perbuatan kriminal yang bisa dijerat dengan KUHP dan UU ITE dengan sanksi kurungan penjara.

Perilaku voyeur sama sekali tidak ada kaitannya dengan cara berpakaian karena biar pun tubuh tertutup mereka bisa melancarkan aksi dengan fantasi seksual. Maka, sangat disayangkan ada saja orang yang menyalahkan korban. Dari aspek pidana bisa saja orang yang menyalahkan korban dikategorikan sebagai orang yang membantu pelaku melancarkan aksinya.  

Selain itu dengan menyalahkan korban sudah memberikan panggung bagi voyeur sebagai tempat membela diri: "Habis, pakainnya minim." .... Dst. Padahal, otak voyeur memang sudah bergumul dengan voyeurisme. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun