Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota (DKK) Salatiga (Jawa Tengah-pen.), Marhadi meminta agar masyarakat proaktif untuk memeriksakan diri terkait HIV/ADIS, karena gratis. "Entah sakit atau tidak cek HIV/AIDS dan semua Puskesmas di Salatiga sudah bisa untuk mengecek dan gratis," ujarnya.Â
Ini ada dalam berita "Penderita HIV/AIDS di Salatiga Bertambah 13 Kasus, Mayoritas Ibu Rumah Tangga" (jateng.tribunnews.com, 18.2-2020). Sejak tahun 1994 sampai 2019 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kota Salatiga dilaporkan 284.
Pernyataan Marhadi ini menyamaratakan perilaku seksual semua warga Kota Salitiga mulai dari bayi sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Tidak semua orang perilaku seksualnya berisiko tertular HIV/AIDS sehingga yang perlu tes HIV adalah warga Kota Salatiga, terutama laki-laki dan perempuan dewasa dengan kategori di bawah ini, yaitu:
(1). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam nikah atau di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kota Salatiga atau di luar wilayah Kota Salatiga, bahkan di luar negeri. Soalnya, bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS. Tentu saja Pemkot Salitiga tidak bisa mengawasi perilaku seksual semua laki-laki dewasa warga Kota Salatiga.
(2). Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, di dalam nikah atau di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti di wilayah Kota Salatiga atau di luar wilayah Kota Salatiga, bahkan di luar negeri. Soalnya, bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS. Tentu saja Pemkot Salatiga tidak bisa mengawasi perilaku seksual semua perempuan dewasa warga Kota Salatiga.
(3). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), di wilayah Kota Salatiga atau di luar wilayah Kota Salatiga, bahkan di luar negeri. Soalnya, bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS. Tentu saja Pemkot Salatiga tidak bisa mengawasi perilaku seksual semua laki-laki dewasa warga Kota Salatiga.
Yang perlu diingat adalah PSK ada dua tipe, yaitu:
(a). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK online, cewek prostitusi online, 'artis dan model' prostitusi online, dll.
Salah satu faktor yang membuat laki-laki dewasa berisiko tinggi tertular HIV/AIDS adalah mereka termakan mitos (anggapan yang salah) bahwa PSK tidak langsung bukan PSK seperti yang mangkal di lokasi atau lokalisasi pelacuran. Padahal, dalam prakteknya PSK tidak langsung sama saja dengan PSK langsung.
Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"
Di jubul berita disebutkan mayoritas penderita HIV/AIDS di Kota Salatiga adalah ibu rumah tangga. Celakanya, tadak ada program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa heteroseksual melalui hubungan seksual dengan PSK/ Maka, ibu rumah tangga di Kota Salatiga akan terus bertambah yang kelak menambah jumlah bayi yang lahir dengan HIV/AIDS.
Dikatakan lagi oleh Marhadi: .... apabila kesadaran masyarakat untuk cek kesehatan diri sudah tinggi, akan lebih baik jika kemudian diketahui mengidap HIV/AID atau tidak dan dapat dilakukan penanganan lebih lanjut.
Langkah yang disebut Marhadi itu adalah di hilir. Artinya, Pemkot Salatiga membiarkan warganya, terutama laki-laki dewasa, tertular HIV dan menyebarkannya di masyarakat terutama kepada istrinya baru kemudian menjalani tes HIV.
Begitu juga dengan: DKK Salatiga, lanjutnya (Marhadi-pen.), juga turut melakukan pemeriksaan rutin berkala terhadap para pekerja hiburan di kompleks karaoke Sarirejo Salatiga.
Ketika ada pekerja hiburan yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu artinya: (a). Ada laki-laki dewasa, bisa saja warga Kota Salatiga, yang mengidap HIV/AIDS yang menularkan HIV/AIDS ke pekerja hiburan tsb., dan (b) Ada banyak laki-laki dewasa, bisa saja warga Kota Salatiga, yang berisiko tertular HIV/AIDS dari pekerja hiburan yang mengidap HIV/AIDS Â karena melakukan hubungan seksual tanpa kondom.
Yang diperlukan adalah penanggulangan di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK. Ini yang mendesak dilakukan oleh Pemkot Salatiga.
Tanpa langkah konkret yaitu intervensi terhadap laki-laki agar memakai kondom setiap kali seks dengan PSK, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Laki-laki yang tertular HIV/AIDS tidak menyadari dirinya sudah mengidap HIV/AIDS karena tidak ada tanda-tanda atau gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.
Akibatnya, laki-laki pengidap HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah atau di luar nikah terutama ke istrinya. Pada akhirnya penyebaran HIV/AIDS di Kota Salatiga akan sampai pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H