Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menunggu Pasal-pasal Konkret Penanggulangan HIV/AIDS dalam Perda AIDS Kabupaten Gorontalo

7 Februari 2020   06:59 Diperbarui: 7 Februari 2020   07:04 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"DPRD Kabupaten Gorontalo Berharap Isi Ranperda Penanggulangan HIV Bukan Sekedar Pembagian Kondom." Ini judul berita di suaralidik.com, 5/3-2020.

Tampaknya, Pemkab Gorontalo dan DPRD Gorontalo berkaca ke fakta terkait dengan 134 peraturan daerah (Perda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Soalnya, dengan jumlah perda yang banyak itu tidak ada hasil konkret penanggulangan HIV/AIDS di daerah-daerah yang sudah menerbitkan Perda AIDS.

1. Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya

Hal itu terjadi, al. karena Perda-perda HIV/AIDS hanya sebatas copy-paste dari satu Perda ke Perda lain dengan mengutak-atik beberapa pasal yang juga tidak berbeda. Selain itu Perda-perda HIV/AIDS di Indonesia tidak berguna karena Perda-perda itu hanya bagian ekor dari ekor program penanggulangan HIV/AIDS Thailand.

Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand

Itu terbaca dari pasal tentang kondom. Soalnya, di Thailand kondom adalah program terakhir dari lima program yang dijalankan Negeri Gajah Putih itu serentak dengan skala nasional. Nah, di Indonesia empat program sebelum kondom hanya dijalankan secara sporadis.

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kabupaten Gorontalo dilaporkan 102 (gopos.id, 1/12-2019). Sedangkan di Provinsi Gorontalo jumlah kumulatif HIV/AIDS dilaporkan dari tahun 2001-2018 sebanyak 435 yang terdiri atas 204 HIV dan 231 AIDS.

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Yang perlu diingat kasus yang terdeteksi itu (435) hanya sebagian kecil dari kasus HIV/AIDS yang ada di masyarakat. Ini terjadi karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (435) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Maka, yang perlu dilakukan Pemkab Gorontalo untuk menanggulangi HIV/AIDS adalah:

(1). Mendeteksi kasus HIV/AIDS yang ada di masyarakat dengan cara-cara yang konkret yang tidak melawan hukum dan tidak melanggar hak asasi manusia (HAM),

Dok. AIDS Watch Indonesia
Dok. AIDS Watch Indonesia
(2). Melakukan program di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV/AIDS pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK).

Perlu diperhatikan bahwa ada dua tipe PSK, yaitu:

(a). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan, dan

(b), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK prostitusi online, dll.

Pemkab Gorontalo dan DPRD Gorontalo boleh-boleh saja membusungkah dada dengan mengatakan: Di wilayah Kabupaten Gorontalo tidak ada lokalisasi pelacuran!

2. Tiga pintu masuk HIV/AIDS ke wilayah Kabupaten Gorontalo

Secara de jure itu benar karena sejak reformasi ada gerakan massal dengan baju moral menutup semua lokalisasi pelacuran. Tapi, secara de facto apakah Pemkab Gorontalo dan DPRD Gorontalo bisa menjamin tidak ada transaksi seks sebagai praktek prostitusi dengan berbagai modus di wilayah Kabupaten Gorontalo?

Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"

Tentu saja tidak bisa! Maka, itu artinya insiden infeksi HIV/AIDS baru akan terus terjadi. Warga Kabupaten Gorontalo yang tertular HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. 

Ini terjadi karena orang-orang yang tertular HIV/AIDS tidak menyadari dirinya sudah mengidap HIV/AIDS karena tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan mereka sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak minum obat antiretroviral/ARV sesuai dengan resep dokter).

Jika kelak dalam Perda AIDS Kabupaten Gorontalo tidak ada program penanggulangan di hulu yaitu melakukan intervensi terhadap laki-laki agar memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Selanjutnya warga yang tertular HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Selain itu tantangan berat bagi Pemkab Gorontalo dan DPRD Gorontalo adalah menanggulangi insiden infeksi HIV/AIDS barau melalui, paling tidak, tiga pintu masuk HIV/AIDS ini, yaitu:

(1). Insiden infeksi HIV baru bisa terjadi pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam nikah atau di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kabupaten Gorontalo atau di luar Kabupaten Gorontalo, bahkan di luar negeri. Soalnya, bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS. Tentu saja Pemkab Gorontalo dan DPRD Gorontalo tidak bisa mengawasi perilaku seksual semua laki-laki dewasa warga Kabupaten Gorontalo.

3. Bisa terjadi ledakan AIDS di Kabaten Gorontalo

(2). Insiden infeksi HIV baru bisa terjadi pada perempuan dewasa melalui hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, di dalam nikah atau di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti di wilayah Kabupaten Gorontalo atau di luar Kabupaten Gorontalo, bahkan di luar negeri. Soalnya, bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS. Tentu saja Pemkab Gorontalo dan DPRD Gorontalo tidak bisa mengawasi perilaku seksual semua perempuan dewasa warga Kabupaten Gorontalo.

(3). Insiden infeksi HIV baru bisa terjadi pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), di wilayah Kabupaten Gorontalo atau di luar Kabupaten Gorontalo, bahkan di luar negeri. Soalnya, bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS. Tentu saja Pemkab Gorontalo dan DPRD Gorontalo tidak bisa mengawasi perilaku seksual semua laki-laki dewasa warga Kabupaten Gorontalo.

Yang perlu diingat adalah PSK ada dua tipe seperti dijelaskan di atas.

Maka, adalah hal yang mustahil Pemkab Gorontalo dan DPRD Gorontalo bisa menutup tiga pintu masuk HIV/AIDS di atas. Itu artinya insiden infeksi HIV/AIDS baru akan terus terjadi yang pada gilirannya warga yang tertular HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di wilayah Kabupaten Gorontalo.

Jika dalam Perda AIDS Kabupaten Gorontalo kelak tidak ada program yang konkret untuk mengatasi tiga pintu masuk HIV/AIDS di atas, maka penyebaran HIV/AIDS akan terjadi secara diam-diam yang kelak akan bermuara sebagai 'ledakan AIDS' di Kabupaten Gorontalo. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun