Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Direvisipun Perda AIDS Yogyakarta Tidak Relevan (Lagi) untuk Tanggulangi HIV/AIDS

5 Februari 2020   20:33 Diperbarui: 25 Oktober 2022   19:32 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: dinamani.com)

Kalangan legislatif meminta agar Perda DIY nomor 12 tahun 2010 tentang Penanggulangan HIV AIDS DIY direvisi. "Perda harus direvisi menyesuaikan kondisi saat ini." Ini dikatakan oleh Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana dalam berita "DPRD DIY Dorong Revisi Perda Penanggulangan HIV/Aids" di jogja.tribunnews.com, 4/12-2019.

Memang, Perda AIDS DI Yogyakarta No 12 Tahun 2010 sama saja dengan puluhan perda sejenis yang mengekor ke program penanggulangan HIV/AIDS Thailand tapi tidak dilakukan secara utuh. Satu perda ke perda yang lain juga hanya sekelas copy-paste.

Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand

Kondisi saat ini justru tidak kondusif untuk menanggulangi HIV/AIDS karena praktek pelacuran tidak dilokalisir. Salah satu faktor keberhasilan Thailand menanggulangi HIV/AIDS adalah melalui program 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).

Indikator keberhasilan Thailand adalah jumlah calon taruna militer yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS terus turun. Program ini hanya bisa dijalankan jika praktek PSK dilokalisir.

Lokalisasi Pelacuran Pindah ke Medsos

Di awal tahun 2000 kasus HIV/AIDS di Thailand mendekati 1 juta, tapi di tahun 2018 kasus tercatat 480.000 dengan 6.400 kasus baru setiap tahun dengan cakupan obat antiretroviral (ARV) 75%. Bandingkan dengan Indonesia yang diprediksi ada 640.000 kasus dengan 64.000 kasus baru setiap tahun.

Cakupan obat ARV 17% (aidsdatahub.org). Dengan 64.000 kasus baru setiap tahun jumlah ini adalah terbanyak keempat di dunia setelah China, India dan Rusia (aidsmap.com).

Dalam Perda AIDS Yogyakarta sama sekali tidak ada program penanggulangan HIV/AIDS berupa intervensi terhadap laki-laki di lokalisasi pelacuran. Memang, lokalisasi Sanggrahan sudah ditutup, tapi praktek pelacuran ada di 'Sarkem' (Jalan Pasar Kembang di selatan Stasiun KA Tugu). Perda AIDS Yogyakarta sendiri tidak memuat pasal-pasal yang konkret untuk mencegah penularan HIV/AIDS khususnya melalui hubungan seksual.

Baca juga: Tanggapan terhadap Perda AIDS Daerah Istimewa Yogyakarta

Disebutkan oleh Huda: "Yang dibutuhkan saat ini justru langkah pencegahan, sosialisasi yang masif kepada seluruh elemen masyarakat."

Adalah hal yang mustahil ada langkah pencegahan, khususnya melalui hubungan seksual berisiko, karena praktek pelacuran sekarang tidak dilokalisir. Bahkan, transaksi seks dilakukan melalui media sosial sehingga lokalisasi pelacuran sekarang sudah pindah ke media sosial.

Baca juga: Lokalisasi Pelacuran dari Jalanan ke Media Sosial

Lagi pula paling tidak ada tiga pintu masuk HIV/AIDS ke Yogyakarta yang mustahil bisa dihambat, yaitu:

(1). Insiden infeksi HIV baru bisa terjadi pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam nikah atau di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah DI Yogyakarta atau di luar DI Yogyakarta, bahkan di luar negeri. Soalnya, bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS. Tentu saja Pemprov DI Yogyakarta tidak bisa mengawasi perilaku seksual semua laki-laki dewasa warga DI Yogyakarta.

Dua Tipe PSK

(2). Insiden infeksi HIV baru bisa terjadi pada perempuan dewasa melalui hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, di dalam nikah atau di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti di wilayah DI Yogyakarta atau di luar DI Yogyakarta, bahkan di luar negeri.

Soalnya, bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS. Tentu saja Pemprov DI Yogyakarta tidak bisa mengawasi perilaku seksual semua perempuan dewasa warga DI Yogyakarta.

(3). Insiden infeksi HIV baru bisa terjadi pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), di wilayah DI Yogyakarta atau di luar DI Yogyakarra, bahkan di luar negeri. Soalnya, bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS. Tentu saja Pemprov DI Yogyakarta tidak bisa mengawasi perilaku seksual semua laki-laki dewasa warga DI Yogyakarta.

Yang perlu diingat adalah PSK ada dua tipe, yaitu:

(a). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(b), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK online, dll.

Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"

Disebutkan pula: Revisi Perda, kata Huda, harus mengarah pada upaya preventif, sosialisasi yang masif dan mendukung terwujudnya 3 zero di 2030 yaitu zero kasus baru, zero kematian akibat HIV AIDS, zero diskriminasi.

AIDS Pada Usia Produktif Realitas Bukan Ironi

Zero kasus HIV baru pada tahun 2030 hanya khayalan, mimpi di siang bolong, dan omong kosong karena pemerintah provinsi, kabupaten dan kota tidak akan pernah bisa menanggulangi perilaku berisiko nomor 1, 2 dan 3 di atas. Itu artinya insiden infeksi HIV baru, khususnya pada laki-laki dewasa akan terus terjadi.

Baca juga: Hari AIDS Sedunia: Bualan, Indonesia Bebas Infeksi HIV Baru Tahun 2030

Laki-laki dewasa yang perilakunya berisiko, disebut pada usia produktif, adalah hal yang realistis bukan ironis. Karena pada rentang usia itulah libido seks tinggi.

Baca juga: AIDS pada Usia Produktif di Yogyakarta bukan Ironis tapi Realistis

Huda dan pegiat penanggulangan HIV/AIDS, Mahda, menyinggung soal diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS). Diskriminasi ada di hilir sehingga tidak terkait langsung dengan penanggulangan. Yang jadi soal adalah penanggulangan di hulu yaitu menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, jumlah insiden infeksi HIV baru terutama pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK.

Dalam prakteknya menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK hanya bisa dilakukan pada PSK langsung di lokalisasi pelacuran. Celakanya, sejak reformasi tidak ada lagi lokalisasi pelacuran yang di era Orba disebut sebagai lokres (lokalisasi untuk resosialisasi dan rehabilitasi) PSK.

Jika kelak Perda AIDS DIY direvisi tapi tetap dengan pasal-pasal yang normatif dengan balutan moral dan agama, maka lagi-lagi hasilnya hanyalah nol besar. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun