Tidak Ada Kaitan Langsung HIV/AIDS dengan Pergaulan Bebas
Yang perlu diingat adalah PSK ada dua tipe, yaitu:
(a). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK online, dll.
Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"
Dikatakan lagi oleh Rajudin: .... saat ini potensi pergaulan bebas dan peredaran narkotika di Kota Medan sangat memprihatinkan. Pemerintah dan masyarakat harus terus bahu-membahu menghempang tradisi buruk tersebut karena menjadi salah satu instrumen pendukung penularan penyakit Human Immunodeficiency Virus, Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) di masyarakat.
Pernyataan di atas menunjukkan pemahaman Rajudin terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis sangat rendah. Kalau yang dimaksud Rajudin 'pergaulan bebas' adalah hubungan seksual di luar nikah, maka pernyataan itu misleading atau menyesatkan karena penularan HIV/AIDS bukan karena SIFAT HUBUNGAN SEKSUAL, tapi karena KONDISI SAAT TERJADI HUBUNGAN SEKSUAL seperti yang dijelaskan di atas.
Pelanggan PSK langsung dan PSK tidak langsung serta waria justru yang paling banyak adalah laki-laki beristri. Studi di Surabaya, Jawa Timur, di tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria adalah laki-laki dewasa beristri. Mereka malah jadi 'perempuan' (dianal oleh waria, dalam bahasa waria disebut ditempong), dan waria jadi laki-laki (waria menganal, dalam bahasa waria disebut menempong). Kondisi ini membuat suami-suami pelanggan waria berisiko tinggi tertular HIV/AIDS dan IMS (infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus kanker serviks, dll.).
Dalam berita disebutkan: BAB VII soal larangan, dalam Pasal 31 disebutkan setiap orang yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan AIDS dilarang melakukan seksual dengan dengan orang lain.
Yang jadi persoalan besar pada epidemi HIV/AIDS adalah tidak ada tanda-tanda atau gejala-gejala yang khas AIDS pada orang-orang yang mengidap HIV/AIDS sehingga mereka tidak menyadari mereka sebagai pengidap HIV/AIDS. Mereka ini jadi mata rantai penyebar HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah atau di luar nikah.
Maka, yang diperlukan Pemkot Medan adalah membuat regulasi yang komprehensif agar tidak melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM) untuk mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat. Soalnya, epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi, seperti di Kota Medan sebanyak 5.272, hanya sebagian kecil dari kasus HIV/AIDS yang ada di masyarakat. Kasus yang terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (lihat Gambar 3).