Beberapa tahun belakangan ini muncul pernyataan yang disebut tiga nol (Getting To 3 Zero), yaitu: tidak ada infeksi baru HIV, tidak ada kematian akibat AIDS, dan tidak ada stigma dan diskriminasi.
Yang jadi persoalan besar adalah tidak ada langkah-langkah penanggulangan untuk menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru.
Program yang dijalankan, dalam hal ini di Indonesia, hanya di hilir, seperti tes HIV untuk kalangan dengan perilaku seksual berisiko, tes HIV ibu hamil, tes HIV calon pengantin dan pemberian obat antiretroviral (ARV).
Ini jelas di hilir karena yang ditanggulangi adalah orang-orang yang sudah tertular HIV atau orang-orang yang sudah melakukan perilaku berisiko tertular HIV.
Infeksi Baru
Yang diperlukan adalah langkah konkret di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).Â
Beberapa negara yang berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki adalah dengan program "wajib kondom 100 persen" bagi laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual dengan PSK. Program ini bisa efektif jika praktik PSK dilokalisasi.
Thailand yang di awal tahun 1990-an yang mencatat kasus HIV/AIDS mendekati angka 1.000.000 bisa menurunkan kasus baru dengan indikator penurunan jumlah calon taruna militer yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Sampai akhir tahun 2018 kasus HIV/AIDS secara global dilaporkan oleh UNAIDS tercatat 37,9 juta warga dunia hidup dengan HIV/AIDS dengan 770.000 kematian. Sepanjang tahun 2018 terjadi 1,7 juta infeksi baru HIV.Â
Sedangkan di tingkat nasional seperti dilaporkan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 27 Agustus 2019, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS adalah 466.859 yang terdiri atas 349.882 HIV dan 116.977 AIDS.
Sedangkan estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2016 adalah 630.000. Yang terdeteksi 466.859 atau 74,1%. Â Itu artinya ada 163.141 (25,9%) warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Setiap tahun ada 46.000 kasus infeksi HIV baru.
Odha (Orang dengan HIV/AIDS yang meminum obat antiretroviral (ARV) rutin disebut baru 17%. Setiap tahun terjadi 38.000 kematian terkait dengan HIV/AIDS (aidsdatahub.org).
Yang tidak terdeteksi ini jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom di dalam atau di luar nikah.
Paling tidak ada lima pintu masuk HIV/AIDS melalui hubungan seksual yang disebut sebagai perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:
(1). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS;
Pertanyaannya: Apa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko penularan HIV/AIDS melalui perilaku nomor 1 ini?
(2). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS;
Pertanyaannya: Apa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko penularan HIV/AIDS melalui perilaku nomor 2 ini?
(3). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).
PSK dikenal ada dua jenis, yaitu:
(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di tempat pelacuran (dulu disebut lokalisasi atau lokres pelacuran) atau mejeng di tempat-tempat umum, dan
(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Mereka ini 'menyamar' sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat, cewek pemandu lagu, ibu-ibu, cewek (model dan artis) prostitusi online, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.
Langkah Konkret
Pertanyaannya: Apa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko penularan HIV/AIDS melalui perilaku nomor 3 ini? Yang jelas tidak bisa dilakukan intervensi untuk PSK tidak langsung.
(4). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan waria.
Sebuah studi di Surabaya awal tahun 1990-an menunjukkan laki-laki pelanggan waria umumnya laki-laki beristri. Ketika seks dengan waria mereka justru jadi 'perempuan' (dalam bahasa waria ditempong atau di anal) dan waria jadi 'laki-laki' (dalam bahasa waria menempong atau menganal).
Pertanyaannya: Apa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko penularan HIV/AIDS melalui perilaku nomor 4 ini?
(5). Laki-laki dewasa biseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis dan sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti.
Pertanyaannya: Apa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko penularan HIV/AIDS melalui perilaku nomor 5 ini?
Sedangkan pada perempuan ada juga beberapa perilaku berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:
(a). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual (laki-laki tidak memakai kondom), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS;
(b). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual (laki-laki tidak memakai kondom), di dalam atau di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS;
(c). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual (laki-laki tidak memakai kondom) dengan laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan, seperti gigolo, karena bisa saja salah satu dari gigolo itu mengidap HIV/AIDS.
(d). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual (waria tidak memakai kondom) dengan waria. Dalam prakteknya waria ada yang heteroseksual sehingga menyalurkan dorongan seksual dengan perempuan.
Pertanyaannya adalah: Apakah ada langkah konkret yang bisa dilakukan untuk mencegah perilaku berisiko nomor a sd. d di atas?
Tentu saja tidak ada langkah konkret yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan pada perilaku seksual berisiko laki-laki dan perempuan di atas. Itu artinya insiden infeksi HIV di masyarakat akan terus terjadi.
Orang-orang yang tertular HIV tapi tidak terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat (horizotal) terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dala atau di luar nikah.
Dengan kondisi ini adalah hal yang mustahil dan hanya merupakan bualan bahwa pada tahun 2030 Indonesia akan bebas infeksi HIV baru. Yang terjadi justru sebaliknya yaitu 'ledakan AIDS' yang bisa saja Indonesia jadi 'Afrika Kedua' (Bahan-bahan dari: UNAIDS, WHO, CDC dan sumber-sumber lain). *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H