Kondisinya kian runyam karena transaksi seks tidak dilokalisir sehingga tidak bisa dijalankan program berupa intervensi yang memaksa laki-laki selalu memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Itu artinya insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual yang tidak aman (tidak memakai kondom) dengan PSK langsung atau PSK tidak langsung terus terjadi yang selanjutnya disebarkan ke masyarakat. Yang punya istri menularkan ke istrinya. Kalau istrinya tertular, maka ada pula risiko penularan (vertikal) kepada bayi yang dikandungnya terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Celakanya, penanggulangan yang akan dijalankan Dinkes Bintan tidak menyentuh hulu yaitu transaksi seks dengan PSK. Ini yang dilakukan Dinkes Bintan: Gama Isnaeni juga menambahkan, agar penyebaran HIV/AIDS tidak meluas, Dinkes terus berupaya melakukan penjaringan ke masyarakat lewat screening calon pengantin (Caten) dan ibu hamil (Bumil) dan juga langkah lainnya.
Tes HIV pada calon pengantin bukan vaksin. Artinya, biar pun status HIV calon pengantin negatif, dalam rentang waktu perkawinan bisa saja terjadi penularan HIV kalau salah satu atau keduanya melakukan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS.
Sedangkan tes HIV pada ibu hamil adalah langkah di hilir yaitu ketika suami sudah tertular HIV dan menularkan ke istri. Maka, ketika ibu hamil terdeteksi HIV-positif itu artinya ada dua warga yang mengidap HIV/AIDS yaitu suami dan istri.Â
Kalau si suami mempunyai istri lebih dari satu, maka jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV juga tambah banyak yang kelak bermuara pada jumlah bayi yang lahir dengan HIV/AIDS. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H