Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PSK dan Perantau Mudik Bisa Jadi Ada yang Bawa AIDS sebagai "Oleh-oleh"

23 Mei 2019   11:35 Diperbarui: 23 Mei 2019   11:45 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: homeandhealthcaremanagement.com]

Sebagai tradisi yang turun-temurun setiap Lebaran perantau akan pulang ke kampung halamannya yang lebih dikenal dengan sebutan mudik. Di antara perantau itu ada perempuan yang bekerja di tempat-tempat hiburan malam dan panti-panti pijat plus-plus, dan pemandu lagu yang melayani transaksi seks, serta sebagian di antaranya sebagai pekerja seks komersial (PSK).

Hiburan malam dan panti pijat plus-pulus serta praktek PSK terselubung ada di kota-kota besar, kota pelabuhan dan kawasan industri di Nusantara. Secara de jure sejak reformasi memang tidak ada lagi lokasi atau lokalisasi pelacuran yang ditangani instansi, dalam hal ini dinas sosial, sebagai pusat rehabilitasi dan resosialisasi (resos).

Tapi, secara de facto tidak bisa dipungkiri transaksi seks sebagai praktek pelacuran dalam berbagai bentuk tetap ada. Bahkan, sekarang memanfaatkan media sosial sebagai sarana transaksi yang dilanjutkan dengan hubungan seksual di banyak tempat di siang dan malam hari.

Jika diikuti berita-berita di media massa dan media online selalu saja ada razia yang dilakukan polisi dan Satpol PP terhadap PSK. Ini bukti bahwa transaksi seks sebagai bentuk pelacuran terselubung tetap terjadi yang merupakan area perilaku seksual berisiko penyebaran HIV/AIDS.

Yang terjadi yaitu:

(1). Ada laki-laki pengidap HIV/AIDS yang menularkan HIV ke PSK, dan

(2). Banyak pula laki-laki yang berisiko tertular HIV dari PSK karena melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom.

Dalam prakteknya PSK dikenal ada dua tipe, yaitu:

(a). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan, dan

(b), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.

Celakanya, laki-laki yang menularkan HIV ke PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami. Mereka akan menularkan HIV ke istri (horizontal) dan pasangan seks lain. Bisa juga terjadi ada di antara mereka yang mempunyai istri lebih dari satu sehingga kian banyak perempuan yang berisiko tertular HIV. Jika istri-istri itu tertular HIV, maka ada pula risiko penularan HIV ke bayi yang mereka kandung (vertikal), terutama saat persalinan dan menyususi dengan air susu ibu (ASI).

Catatan Kementerian Kesehatan RI pada akhir tahun 2012 ada 6,7 juta laki-laki pelanggan PSK di berbagai daerah di Indonesia. Celakanya, 4,9 juta laki-laki itu beristri (bali.antaranews.com, 9/4-2013). Itu artinya ada 4,9 perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS dari suaminya.

Ketika ada PSK perantau pengidap HIV/AIDS mudik, maka PSK itu bisa jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di kampung halamannya. Antara lain ke suami atau pacarnya. Bisa juga terjadi PSK itu 'buka praktek' di kampungnya sehingga terjadi penyebaran HIV/AIDS.

[Baca juga: Mudik (PSK + Laki-laki Hidung Belang) Mendorong Penyebaran HIV/AIDS dengan Skala Nasional]

Adalah langkah yang arif dan bijaksana kalau daerah-daerah, dalam hal ini kabupaten dan kota, dengan jumlah perantau perempuan yang banyak menggalang kerja sama dengan daerah-daerah tujuan perantau perempuan itu, dalam hal ini Dinas Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), dalam hal penanggulangan HIV/AIDS.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Langkah yang bisa ditempuh tanpa melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah melakukan survailans tes HIV terhadap perempuan di tempat-tempat hiburan malam dan panti pijat plus-plus. Jika hasil survailans tes HIV akan dilanjutkan dengan tes konfirmasi untuk mamastikan infeksi HIV perempuan-perempuan tsb. harus menerima konseling sebelum dan sesudah tes HIV.

Perempuan-perempuan yang mengikuti survailans tes HIV dengan hasil positif dikonseling agar mereka tidak melakukan hubungan seksual dengan suami, pacar atau laki-laki tanpa kondom. Hasil tes ini memang harus dikonfirmasi lagi sesuai dengan anjuran Badan Kesehatan PBB (WHO) dengan tes lain, tapi dengan latar belakang perilaku seksual mereka yang berisiko tinggi tertular HIV hasil survailans bisa dipakai sebagai patokan untuk memberikan konseling.

Sedangkan bagi perempuan dengan hasil tes negatif juga dianjurkan tidak melakukan hubungan seksual dengan suami, pacar atau laki-laki tanpa kondom, karena hasil tes itu hanya survailans sehingga hasilnya tidak akurat. Seperti anjurkan WHO hasil tes ini harus dikonfirmasi lagi dengan tes lain.

Konseling sebaiknya dilakukan oleh aparat dari Dinas Kesehatan dan KPA dari daerah-daerah asal perempuan yang menjalani survailans tes HIV. Untuk itu daerah yang menjalankan survailans tes HIV terhadap perempuan pekerja di tempat-tempat hiburan malam menjalani komunikasi dengan daerah asal perempuan-perempuan tsb.

Ini salah satu langkah untuk mengurangi insiden infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa.

Jembatan penyebaran HIV dari tempat perantauan ke kampung tidak hanya dilakukan oleh perempuan, tapi juga laki-laki perantau. Bisa jadi ada di antara mereka yang membeli seks, al. dengan alasan jauh dari istri.

Maka, perlu juga sosialisasi terhadap laki-laki perantau. Jika perilaku seksual mereka di rantai berisiko tinggi tertular HIV/AIDS sebaiknya memakai kondom ketika sanggama dengan istri ketika mudik. *

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun