Tanya Jawab AIDS No 1/April 2019
Pengantar. Tanya-Jawab ini adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikirim melalui surat, telepon, SMS, WA dan e-mail. Jawaban disebarluaskan tanpa menyebut identitas yang bertanya dimaksudkan agar semua pembaca bisa berbagi informasi yang akurat tentang HIV/AIDS.Â
Tanya-Jawab AIDS ini dimuat di: "AIDS Watch Indonesia" (http://www.aidsindonesia.com) dan kompasiana.com/infokespro. Yang ingin bertanya, silakan kirim pertanyaan ke Syaiful W. Harahap, melalui: (1) Telepon (021) 8566755, (2) e-mail: aidsindonesia@gmail.com, (3) WhatsApp: 0811974977.
Tanya: Saya seorang suami berumur 25 tahun. Setahun terakhir saya berhubungan seksual  dengan 3 pekerja seks komersial (PSK) dalam jangka waktu yg cukup lama. Pertama, bulan Maret 2017. Kedua dengan PSK berbeda bulan Juni 201. Ketiga, bulan Februari 2018 dengan PSK yang lain. (1) Apakah bisa terkena penyakit HIV/AIDS? Di depan rumah saya ada yang meninggal karena HIV/AIDS. Mereka suami-istri. Saya takut terkena virus itu (HIV-peng.). (2) Saya tidak ingin anak dan istri saya tidak tertular. Saya baca di Google ada obat yang bisa menghambat virus HIV agar tidak bisa ditularkan. (3) Kalau tes HIV di mana sebaiknya? (4) Apakah biayanya mahal?
Tn "Xy", Jepara, via SMS (24/5-2018)
Jawab: (1). PSK adalah orang, dalam hal ini perempuan, yang berisiko tinggi tertular HIV karena mereka sering melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom.
PSK sendiri dikenal dua tipe, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(2), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.
Maka, jika Sdr melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa memakai kondom itu artinya Sdr ada pada situasi berisiko tinggi tertular HIV.
Probabilitas tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Persoalannya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual yang keberapa terjadi penularan HIV. Bisa pada hubungan seksual yang pertama, kedua, ketujuh, kedua puluh, ketujuh puluh, kesembilan puluh, bahkan bisa pada yang keseratus.
Risiko Sdr kian besar karena melakukan seks dengan tiga PSK yang berbeda. Itu artinya probabilitas Sdr tertular HIV kian besar jika ada di antara PSK tsb. yang mengidap HIV/AIDS.
Biar pun PSK mengaku rutin memeriksa kesehatan itu tidak jaminan 'bebas AIDS' karena setelah pemeriksaan kesehatan bisa saja PSK itu tertular HIV karena dia langsung 'buka praktek' lagi. Tidak pula bisa dilihat dari fisik karena tidak ada ciri-ciri khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan orang-orang yang mengidap HIV/AIDS sebelum masa AIDS (secara statistic antara 5-15 tahun setelah tertular HIV).
(2). Dengan tidak melakukan tes HIV Sdr sudah membiarkan istri dan bayi yang dikandungnya berisiko tertular HIV. Obat yang Sdr maksud adalah obat antiretroviral (ARV), tapi obat ini tidak semerta diminum jika hasil tes HIV positif karena harus menjalani tes CD4 lagi. WHO merekomendasikan obat ARV mulai diminum pengidap HIV/AIDS jika hasil tes CD4 di bawah 350. Selain itu jika sudah minum obat ARV tidak pula otomatis virus (HIV) tidak bisa ditularkan karena harus menjalani tes agar bisa diketahui kondisi HIV di darah. Kalau tidak terdeteksi (bukan berarti virus tidak ada tapi virus sembunyi di kelenjar), baru dianjurkan seks. Artinya, harus tetap dipantau oleh dokter.
(3). Dengan perilaku seksual yang Sdr lakukan, maka akan lebih baik segera tes HIV di Klinik VCT di rumah sakit umum daerah di tempat Sdr atau di Puskesmas terdekat. Sebaiknya Sdr tes HIV bulan Juni 2018 agar lewat masa jendela dengan catatan sejak Februari 2018 Sdr tidak seks lagi tanpa kondom dengan perempuan selain istri Sdr.
(4). Tentang biaya tes HIV tergantung kepada kebijakan pemerintah setempat. Ada yang gratis, tapi ada juga yang membayar. Di rumah sakit swasta sekitar Rp 270.000 untuk tes HIV.
Sebaiknya Sdr tidak perlu risau tentang biaya tes karena untuk membeli seks ke PSK juga habis ratusan ribu rupiah untuk sekali short time.
Hanya dengan tes HIV bisa diketahui apakah tertular HIV atau tidak. Jika hasil tes menujukkan positif, maka akan ditangani dokter. Kalau hasil tes negatif akan menerima konseling agar tidak lagi melakukan perilaku berisiko tertular HIV. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H