Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kasus HIV/AIDS di Indonesia Mendekati Setengah Juta

2 April 2019   14:54 Diperbarui: 2 April 2019   15:24 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: jnj.com)

Yang jadi persoalan besar adalah anggapan bawah tidak ada (lagi) pelacuran yang melibatkan PSK langsung karena sejak reformasi semua lokasi atau lokalisasi pelacuran ditutup. Secara de jure benar karena didukung oleh peraturan daerah (Perda), tapi secara de facto tidak bisa dipungkiri di mana saja di Nusantara terjadi transaksi seks yang mengarah ke praktek pelacuran (prostitusi) dengan berbagai macam modus, bahkan memakai media sosial yang melibatkan artis dan model.

[Baca juga: Prostitusi "Artis" (Bisa) Jadi Mata Rantai Penyebaran HIV/AIDS]

Dengan kondisi pemerintahan yang sudah seperti negara federal, adalah sulit bagi pemerintah, dalam hal ini Kemenkes RI, untuk mengendalikan insiden infeksi HIV baru dan penyebaran HIV/AIDS karena tiap daerah mempunyai peraturan sendiri. Kondisinya kian runyam karena banyak peraturan itu dibuat dengan landasan agama sehingga tidak bisa diintervensi dengan program riil terkait dengan pencegahan HIV/AIDS, khususnya penularan melalui hubungan seksual.

Adalah ironis, banyak kalangan yang menolak kondom tapi tetap menanti vaksin. Ini menjungkirbalikkan akal sehat karena vaksin jauh lebih 'berbahaya' daripada kondom karena sekali vaksinasi seumur hidup 'bebas AIDS' sehingga tidak takut lagi melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS. Sedangkan kondom harus dibeli dan dipasang setiap hendak melakukan hubungan seksual yang berisiko.

[Baca juga: Ironis: Kondom Ditolak, Vaksin AIDS Ditunggu-tunggu]

Di Papua pemerintah setempat 'mengganti' kondom dengan sirkumsisi (sunat). Padahal, sunat hanya menurukan risiko penularan HIV melalui hubungan seksual, sedangkan kondom mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual. Akibatnya, laki-laki yang sudah disunat merasa sudah memakai kondom, padahal sunat hanya sebatas menurunkan risiko bukan mencegah.

[Baca juga: AIDS di Papua: Sunat (Bisa) Menjerumuskan karena Dianggap Kondom (Alam)]

Dari tabel jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di bawah ini ada 10 provinsi dengan kasus HIV/AIDS terbanyak sebagai 'peringatan' agar menjalankan program penanggulangan yang riil tidak hanya sebatas slogan dan orasi moral yang berapi-api. Daerah-daerah ini menerbitkan Perda AIDS, tapi semua tidak menyentuh akar persoalan.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri

[Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand]

Yang bisa jadi patokan adalah kasus AIDS karena kasus HIV tidak semua akurat. Rekomendasi WHO menyebutkan setiap tes HIV harus dikonfirmasi dengan tes lain. Nah, laporan kasus HIV ada dari survailans tes HIV (tes HIV pada kalangan tertentu dan pada kurun waktu tertentu) untuk mengetahui prevalensi HIV/AIDS. Hasil tes ini tidak dikonfirmasi. Ada lagi laporan kasus HIV dari PMI yang merupkan hasil skirining HIV pada darah donor. Ini juga tidak dikonfirmasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun