Target 2030 Bebas HIV/Aids, Pemkot (Jayapura, Papua-pen.) Bahas Program Percepatan Penanggulangan. Ini judul berita di nokenlive.com (26/3-2019).
Judul berita ini sensasional sekaligus bombastis yang menggambarkan utopia semata.
Infeksi HIV Baru
Pertama, adalah hal yang mustahil menghentikan insiden penularan HIV khususnya melalui hubungan seksual (seks vaginal dan seks anal) karena terkait dengan perilaku orang per orang.
Tidak ada mekanisme yang bisa mendeteksi perilaku seksual laki-laki dewasa warga Kota Jayapura di Kota Jayapura, di luar Kota Jayapura dan di luar negeri.
Kedua, warga yang tertular HIV sebelum tahun 2019 yang tidak terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran HIV setelah tahun 2019 terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Karena tidak ada mekanisme yang riil untuk mendeteksi warga Kota Jayapura yang mengidap HIV/AIDS, maka warga Kota Jayapura yang mengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menularkan HIV ke orang lain.
Ketiga, setelah tahun 2019 bisa terjadi insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK).
Pemkot Jayapura boleh-boleh saja membusungkan dada dengan mengatakan bahwa di Kota Jayapura tidak ada pelacuran. Secara de jure itu benar karena sejak reformasi ada gerakan moral yang masif menutup lokalisasi pelacuran. Tapi, secara de facto transaksi seks dalam bentuk pelacuran terus terjadi yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung dengan berbagai modus bahkan dengan memakai media sosial.
Keempat, ada penularan HIV dari suami ke istri.
Laki-laki dewasa yang tertular HIV melalui hubungan seksual pada poin ketiga di atas berisiko menularkan HIV ke istrinya karena para suami yang tertular HIV tidak menyadari dirinya tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas HIV/AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.