Salah satu bentuk paraphilia (orang-orang yang menyalurkan dorongan seksual dengan cara lain) adalah infantofilia yaitu laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual kepada bayi dan anak-pada pada rentang usia 0 -- 7 tahun.
Kasus yang ditangani polisi sudah lebih 50 dengan korban paling muda usia 9 bulan. Ini terjadi di Jakarta Timur beberapa tahun yl.
Beberapa hari yl. Polres Cimahi, Jabar, menerima laporan seorang ibu, CR, 27 tahun, yang mengadukan kasus yang menimpa putrinya yang berumur 4 tahun. Ibu ini menduga pelakunya adalah tetangganya di Kampung Mekar Rahayu, Ngampra, Kabupaten Bandung Barat (jabar.tribunnews.com, 19/3-2019).
Ibu korban melaporkan kasus itu karena putrinya mengeluh kesakitan pada vaginanya. Keluarga korban mengetahui pelaku berdasarkan penuturan korban.
Sementera itu Polres Tana Toraja, Sulsel, menangkap seorang laki-laki, BC, 35 tahun, warga Kecamatan Mengkendek, dengan dugaan pelecehan seksual terhadap seorang anak berumur 6 tahun. Disebutkan pelaku mengiming-imingi koban dengan uang jajan Rp 5.000 (karebatoraja.com, 16/3-2019).
Ada anggapan bahwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak karena anak-anak muda ditipu dan tidak melakukan perlawanan. Tapi, jika disimak dari aspek (perilaku) seksual, maka melakukan hubungan seksual dengan anak-anak umur 0 -- 7 tahun adalah perilaku parafilia (dalam KBBI disebut parafilia adalah ketertarikan seksual pada hal-hal yang tidak biasa atau tabu) dalam hal ini infantofilia.
Maka, semata-mata bukan karena ketidakberdayaan (calon) korban, seperti bayi, tapi dorongan seksual infantofilia memang ke bayi dan anak-anak. Mereka hanya tertarik secara seksual kepada bayi dan anak-anak.
Ketika banyak orang, bahkan kalangan perempuan, yang selalu menyalahkan perempuan yang jadi korban kejahatan seksual, apakah hal tsb. tetap mereka lakukan terhadap korban infantofilia?
Orang-orang yang menyalahkan korban mengatakan mereka jadi korban karena cara berpakaian, perilaku, dll. Lalu, di mana letak keselahan pakaian dan perilaku pada bayi dan anak-anak?
Selama masyarakat, bahkan wartawan dan polisi, selalu memberikan 'panggung' pembelaan bagi laki-laki pelaku kejahatan seksual, maka selama itu pula kejahatan seksual akan terjadi karena mereka 'dibela' oleh masyarakat.
[Baca juga: Menggugat Pemberian "Panggung" kepada Pelaku Kejahatan Seksual]
Bahkan, ada dua menteri perempuan yang 'membela' belasan begundal yang memerkosa dan membunuh Yy, gadis cilik berumur 14 tahun di Bengkulu, dengan mengatakan pelaku di bawah pengaruh miras (minuman keras) dan pornografi.
[Baca juga: Publikasi Motif Kejahatan di Media Massa Jadi Inspirasi: "Saya Memerkosa Karena Pengaruh Miras dan Pornografi, Bu M**t**i ...."]
Dalam draft RUU Penghentian Kekerasan Seksual tidak ada pasal yang mengatur sanksi pidana bagi orang-orang yang menyalahkan korban dan yang membela sera memberikan panggung pembelaan kepada pelaku kejahatan seksual. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H