Biar pun dukungan laboratorium untuk mendeteksi penyakit langka tidak mendukung, dokter-dokter anak di RSCM belajar dari kasus dan mencari rujukan dengan berbagai cara, seperti menghubungi universitas di luar negeri. "Tidak ada pilihan karena rumah-rumah sakit lain akan 'melempar' pasien dengan 'penyakit tanpa nama' ke kami (maksudnya RSCM-pen.)," kata DR Damayanti. Celakanya, RSCM tidak bisa (lagi) 'melempar' pasien tsb. "Mau ke mana lagi," ujar DR Damayanti, yang juga Kepala Pusat Pelayanan Medis Penyakit Langka Nasional.
Dikatakan oleh Peni bahwa banyak orang tua anak-anak dengan kebutuhan khusus yang membutuhkan dukungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari nutrisi (orphan food) anak-anak mereka. Formula medis khusus untuk anak-anak dengan penyakit langka tidak bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) karena tidak tercatat sebagai Formularium Nasional yang diterbitkan oleh Kemenkes RI. Padahal, spesifikasi, peruntukan dan distribusinya sudah diatur oleh BPOM.
Justru tantangan itulah yang justru jadi penyemangat bagi dokter-dokter anak di RSCM untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan menegakkan diagnosis. "Anak-anak itu bagai 'malaikat' bagi kami," kata DR Damayanti. Dia mengaku selalu menangis kalau ada anak dengan penyakit langka dipanggil YMK, "Tapi, saya tidak mau menangisi di depan orang tua mereka karena bisa melemahkan semangat mereka," ujar DR Damayanti dengan nada pelan.
Kini, tinggal komitmen pemerintah dan dukungan masyarakat, terutama donator, untuk melancarkan penanganan anak-anak dengan penyakit langka agar kelak mereka tidak jadi beban. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H