Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Andi Arief Tertangkap karena Narkoba, Arief Poyuono Menyalahkan Pemerintah

4 Maret 2019   23:35 Diperbarui: 5 Maret 2019   14:11 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Pemberantasan Narkoba di Indonesia, Jokowi Eksekusi Mati tapi SBY Beri Remisi

"Andi Arief cuma jadi korban kegagalan pemerintah Joko Widodo dalam pemberantasan narkoba di Indonesia." Ini dikatakan oleh Waketum Gerindra, Arief Poyuono, dalam berita "Waketum Gerindra Salahkan Jokowi soal Andi Arief Terjerat Narkoba" (news.detik.com, 4/3-2019).

Andi Arief, Wasekjen Partai Demokrat, ditangkap polisi di Hotel Peninsula, Jakarta (3/3). Polisi memastikan jenis narkoba yang dipakai Andi Arief adalah sabu.

Pernyataan Poyuono ini hanyalah mencari "kambing hitam" tanpa melihat fakta terkait dengan pemberantasan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) sejak reformasi.

Salah satu fakta yang sangat kontras dan ironis dari presiden-presiden sebelum Jokowi, yaitu Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY terpidana narkoba yang divonis mati tidak dieksekusi (Lihat Tabel).

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Komitmen Jokowi terhadap pengedar narkoba jelas yaitu ".... tidak akan memberi ampunan terhadap pelaku pengedar Narkoba." (republika.co.id, 24/12-2014). Ini dikatakan Jokowi setelah dia bertemu dengan pengurus NU dan Muhammadiyah terkait dengan hukuman mati bagi pengedar narkoba.

Sebaliknya, yang lebih tidak masuk akal adalah ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi berupa pengurangan hukuman penjara sebesar 5 tahun bagi teripdana narkoba WN Australia, Schapelle Leigh Corby. 

Rupanya, SBY lebih memilih WN asing (Australia) yang menerima remisi, padahal banyak napi narkoba WN Indonesia dengan hukuman belasan tahun sampai hukuman mati. Itu artinya SBY merupakan presiden pertama di Indonesia yang memberikan grasi kepada WN asing terpidana kasus narkoba.

Mantan Menteri Kehakiman, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, "Dalam sejarah RI, baru kali ini presiden memberikan grasi atau mengampuni pelaku kejahatan narkotika kepada Corby, napi warga negara Australia. Presiden-presiden sebelumnya tidak pernah melakukan hal itu, baik terhadap napi WNI maupun napi asing." (merdeka.com, 23/5-2012).

Terkait dengan pernyataan Poyuono, apa takaran yang dia untuk menyimpulkan "kegagalan pemerintah Joko Widodo dalam pemberantasan narkoba di Indonesia?"

Dikatakan pula oleh Poyuono, "....peredaran narkoba di era Jokowi semakin banyak."

Selain itu ada lagi pernyataan Poyuono, "Peredaran narkoba sendiri bukannya makin menurun, malah makin banyak di era Joko Widodo dan makin mengancam generasi Indonesia."

Lagi-lagi Poyuono tidak memberikan takaran yang terukur tentang peredaran narkoba yaitu perbandingan di era presiden sebelum Jokowi dengan di masa pemerintahan Jokowi/JK.

Kalau kemudian karena di era Jokowi banyak kasus narkoba yang ditangani pemerintah, dalam hal ini Badan Narkotika Nasional (BNN), tidak otomatis terkait dengan peredaran narkoba kian banyak karena bisa di era presiden sebelum Jokowi pemberatasan narkoba tidak segencar di masa pemerintahan Jokowi.

Koordinator Ksatria Airlangga, Teguh Prihandoko, dalam siaran mengatakan bahwa pernyataan Puyuono memalukan. Musababnya, pernyataan itu ia anggap memelintir fakta. Ia mengimbuhkan, pernyataan tendensius Puyuono mencerminkan kualitas dirinya (nasional.tempo.co, 4/3-2019).

Sedangkan deklarator Komunitas Ksatria Airlangga, Heru Hendratmoko, mengatakan bahwa data BNN, jumlah jaringan sindikat narkotika pada tahun 2017 terdapat 99 jaringan, sedangkan pada tahun 2018 turun jadi 83 jaringan (nasional.tempo.co, 4/3-2019).

Pernyataan Poyuono ini juga bisa disebut sebagai intervensi: "Yang pasti Andi Arief itu korban dan mungkin pengkonsumsi narkoba, maka Andi Arief harus segera direhabilitasi saja dari ketergantungan narkoba di rumah rehabilitasi dari ketergantungan narkoba milik Negara."

Sebelumnya dalam UU Narkotika hakimlah yang memutuskan apakah seseorang yang jadi terdakwa kasus narkoba sebagai korban atau pelaku perdagangan (bandar). 

Belakangan dengan berbagai pertimbangan tidak lagi melalui sidang pengadilan, tapi dengan asesmen pihak-pihak yang terkait dengan pemberantasan narkoba yaitu polisi dan BNN.

Maka, tidak pada tempatnya seorang wakil ketua umum partai, seperti Poyuono, kemudian memutuskan Andi Arief sebagai korban. Dalam asesmen banyak faktor yang diperhitungkan, seperti jangka waktu pelaku menyalahgunakan narkoba dan jenis zat yang disalahgunakan. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun