Dua judul berita ini menunjukkan pemahaman terhadap orientasi seksual yang sangat rendah. Disebutkan (1) Aksi Sekelompok Pria Mesum di Karawang Bikin Banyak Siswi Trauma (kompas.com, 22/2-2019) dan (2) Polisi Selidiki Kasus Sekelompok Pria Mesum yang Resahkan Siswi di Karawang (kompas.com, 23/2-2019).
Dalam KBBI mesum diartikan sebagai tidak senonoh; tidak patut; keji sekali. Pria-pria yang menunjukkan atau mempertontonkan alat kelamin kepada murid-murid perempuan. Pria-pria itu ada di dalam mobil. Mereka memanggil-manggil siswi, al. pura-pura tanya alamat, dll., setelah dekat pria-pria itu menunjukkan alat kelami mereka ke siswi yang datang mendekat.
Disebutkan oleh Wakil Kepala Bagian Humas SMPN 1 Karawang, Barat Nia Kurniasih, sejak tiga tahun lalu, lebih dari 50 siswinya menjadi korban sekelompok pria mesum tersebut.
Rupanya, kelakuan pria-pria itu sudah berlangsung lama. Paling tidak sudah tiga tahun. Tapi, mengapa selama ini tidak dilaporkan ke polisi?
Bisa jadi kelakuan pria-pria itu dianggap sebagai iseng atau karena kelainan (jiwa). Padahal, menunjukkan alat kelamin dan melakukan gerakan-gerakan dengan memamai alat kelamin kepada lawan jenis adalah bagian dari parafilia yaitu orang-orang, laki-laki dan peremuan, yang menyalurkan dorongan seksual dengan cara yang lain.
[Baca juga: Parafilia: Menyalurkan Dorongan Hasrat Seksual "Dengan Cara yang Lain"]
Parafilia dengan menujukkan alat kelamin dan bagian-bagian yang merangsang secara seksual atau melakukan gerakan dengan memakai alat kelamin, seperti onani atau masturbasi, disebut eksibisionisme. Perempuan dengan menunjukkan payudara, selangkahan, dll. Pelaku eksibisionisme ini akan merasa puas secara seksual jika lawan jenis yang mereka hadapi menunjukkan reaksi yang berlebihan: teriak, menangis, marah-marah, dll.
[Baca juga: Mahasiswi "Topless" di Samarinda, Kaltim: Eksibisionisme Setengah Hati]
Pernyataan Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Kabupaten Karawang, Indriyani, ini menguatkan lagi pengetahuan tentang seksualitas yang sangat rendah. Indriyani mengaku tak habis pikir, aksi tak bermoral semacam itu terjadi di Jalan Ahmad Yani yang dikenal sebagai zona ramah anak.
Pelaku eksibisonis itu memilih anak-anak dan remaja adalah karena tidak ada perlawanan dan reaksi yang ditunjukkan akan ekstrim. Indriyani tidak perlu habis pikir karena pelecehan seksual bahkan kejahatan seksual seperti perkosaan juga terjadi terhadap anak-anak dan remaja. Ini realitas sosial terkait dengan perilaku orang per orang di social settings.
Di angkutan umum massal juga sering terjadi pelecehan seksual dalam bentuk eksibisionisme dengan menggosok-gosokkan alat kelamin ke bagian-bagian tubuh lawan jenisnya. Seorang teman, perempuan, yang dulu, tahun 1980-an -- 1990-an selalu naik KRL dari Depok ke Durun Kalibata atau Cawang belakangan dia tidak mau naik KRL. Rupanya, suatu hari dia merasa ada benda mendorong-dorong, maaf, bagian belakangnya. Karena penasaran tangan kirinya meraba 'benda' itu. Busyet, ternyata penis dan, lagi-lagi maaf, sudah basah.
Maka, diharapkan petugas keamanan di KRL dan bus TransJakarta serta pengawas monitor CCTV yang ada di gerbong dan tempat penumpang bukan hanya memelototi penumpang yang membawa barang, tapi juga penumpang yang menunjukkan kelakuan yang mengarah ke eksibisionisme.
Sejauh ini penegakan hokum terhadap pelaku eksibisionisme, seperti dikatakan oleh Kanit PPA Polres Karawang, Herwit Yuanita, pada tahap penyelidikan. Bisa di sepanjang Jalan A Yani tempat kejadian ada warga yang memasang CCTV sehingga bisa jadi petunjuk.
Yang jadi pertanyaan adalah: apakah eksibisionisme bisa dikaitkan dengan UU No 24 Tahun 2008 tentang Pornografi sesuai pasal 4 ayat  2 disebutkan: Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual.
Kapolres Karawang AKBP Nuredy Irwansyah Putra mengatakan: "Kita tindak lanjuti (kasus tersebut) dan pelakunya akan kita tindak tegas kalau terbukti tindak pidananya. Apalagi ini termasuk kejahatan terhadap anak."
Bukan karena kejahatan terhadap anak-anak tapi karena melakukan perbuatan melawan hukum sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 UU No 24 Tahun 2008 tentang Pornografi. Perbuatan melawan hokum ini diancam dengan sanksi pidana yang diatur di Pasal 30, yaitu: Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana  dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6  (enam)  tahun  dan/atau pidana  denda  paling  sedikit  Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Itu artinya pria-pria pelaku eksibisionisme itu sudah bisa dipastikan akan mendekam di sel penjara lebih dari enam bulan. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H