Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Sumedang, yang Rawan Perilaku Seksual Bukan Wilayah

13 Februari 2019   09:29 Diperbarui: 13 Februari 2019   09:53 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: onedio.com)

Tingginya Kasus HIV/AIDS di Sumedang, Jatinangor Paling Rawan. Ini judul berita di kompas.om (12/2-2019).

Judul berita ini sama sekali tidak mencerahkan bahkan menyesatkan. Kerawanan terkait dengan HIV/AIDS bukan karena daerah atau wilayah, tapi al. karena perilaku seksual orang per orang yaitu pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

Dikatakan oleh Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Sumedang, Jabar, Retno Ernawati: "Wilayah lain yang paling rawan penyebaran HIV/AIDS di Sumedang ada di Jatinangor. Di wilayah ini, selain masih banyak pengguna narkoba suntik, juga kawasan kampus dan merupakan wilayah yang penduduknya terpadat di Sumedang."

Tidak ada kaitan langsung antara kawasan kampus dan padat penduduk dengan penularan HIV/AIDS. Lagi-lagi informasi yang menyesatkan.

Agar jelas duduk persoalannya maka perlu data berapa persen kasus HIV/AIDS dengan faktor risiko pengguna narkoba suntik dari jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kab Sumedang yang disebutkan berjumlah 543 sampai tahun 2018.

Reto mengatakan: .... data di KPA Sumedang menunjukkan, warga Desa Cimantintin yang positif HIV/AIDS dari tahun ke tahun cenderung naik. Warga Desa Cimanintin yang terinfeksi di tahun 2016 ada 67 orang, tahun 2017 sebanyak 132 orang, dan di tahun 2018 sebanyak 55 orang. Total 254 orang.

Disebutkan warga Desa Cimantintin banyak yang jadi PSK di berbagai kota besar di Indonesia. Mereka kembali ke kampung jika terdeteks positif HIV/AIDS. Rupanya, pertambahan kasus HIV/AIDS di desa ini tidak saja karena jumlah PSK yang pulang, tapi juga karena bayi-bayi mereka melahirkan bayi dengan HIV/AIDS. Ini terjadi karena ada risiko penularan (vertikal) dari-ibu-bayi yang dikandungnya terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Bertolak dari kasus penularan HIV dari-ibu-ke-bayi, menurut Retno: "Maka dari itu sejak tahun lalu kami mewajibkan ibu hamil di Sumedang untuk melakukan tes HIV/AIDS sebelum melahirkan. Ini sebagai upaya untuk mencegah agar jika Ibu hamil terinveksi virus HIV/AIDS, nanti tidak menularkannya kepada anaknya."

Langkah di atas jelas dengan kaca mata laki-laki.

Pertanyaan untuk Retno: Apakah suami ibu-ibu hamil yang jalani tes HIV juga menjalani tes HIV?

Kalau jawabannya TIDAK, maka suami-suami ibu hamil itu akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Di bagian lain disebutkan: Retno menyebutkan, penyebaran virus HIV/AIDS saat ini juga didominasi melalui homoseksual. Di mana, KPA Sumedang mencatat, akhir tahun 2018 ini ada 2.500 lelaki suka lelaki (LSL).

Tidak ada penjelasan dalam berita tentang siapa-siapa saja yang dimaksudkan dengan LSL. Kalau terkait dengan gay tentu tidak ada masalah besar karena infeksi HIV ada di komunitas mereka sehingga tidak jadi jembatan ke masyarakat, dalam hal ini perempuan. Harap maklum gay tidak beristri (perempuan).

Berita ini sama sekali tidak memberikan gambaran yang riil terkait dengan insiden infeksi HIV baru yaitu pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.

Wartawan dan Pemkab Sumedang, juga KPA Sumedang, boleh-boleh saja menepuk dada dengan mengatakan: Di wilayah Kab Sumedang tidak ada pelacuran!

Secara de jure itu benar karena sejak reformasi semua tempat pelacuran yang sebelumnya jadi tempat rehabilitasi dan resosialisasi (resos) PSK ditutup, bahkan dengan peraturan daerah (Perda) berbasis syariah. Tapi, secara de facto tetap ada transaksi seks dengan berbagai modus bahkan secara online sebagai bentuk pelacuran terselubung terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Apakah Pemkab Sumedang bisa menjamin di wilayah Kabupaten Sumedang tidak ada transaksi seks antara laki-laki dewasa dan perempuan yang dikategorikan sebagai PSK?

Selama tidak ada intervensi terhadap laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi yang merupakan 'bom waktu' pada epidemi HIV yang kelak bermuara sebagai 'ledakan AIDS'. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun