Bahkan, dalam ikatan pernikahan sering terjadi pemaksaan seks oral, juga posisi "69". Ini jadi pemicu penyakit di rongga mulut dan tenggorokan jika salah satu atau kedua mengidap IMS.
[Baca juga: Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Minus "Marital Rape" dan Risiko Seks Oral dengan 'Pasangan yang Sehat']
Pada tahun 1999 dilaporkan kasus sifilis menginfeksi 12 juta warga dunia, 90 persen terjadi di negara-negara berkembang karena keterbatasan akses pengobatan. Padahal, sejak tahun 1940-an obat antibiotika, penisilin, jadi obat yang ampuh mengobati sifilis. Namun, sejak gelombang milenium terjadi perubahan perilaku seksual di banyak negara yang akhirnya mendorong infeksi sifilis.
[Baca juga: "Penyakit Kelamin" Merebak di AS, Bagaimana dengan Indonesia?]
Akibat perilaku seksual yang didorong milenial risiko tertular IMS dan HIV/AIDS sangat tinggi melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, pada hubungan seksual berisiko, yaitu: (a) dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti, dan (b) dilakukan dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung.
Ketika epidemi HIV/AIDS jadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat, infeksi IMS, seperti herpes dan sifilis, justru jai pemicu yang meningkatkan risiko penularan HIV lebih dari tiga kali lipat.
Sejak lama kalangan medis sudah merekomendasikan kondom sebagai alat yang bisa mencegah penularan beberapa IMS dan HIV/AIDS, tapi karena ada stigma yang kuat terhadap kondom maka banyak orang yang tidak mau memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual berisiko (Sumber: wikipedia, WHO, dan sumber-sumber lain). *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H