Jika berpijak pada mekanismen tes HIV tentulah semua Odha sudah didata. Dengan langkah ini bagi Odha yang sudah saatnya minum obat antiretroviral (ARV) otomatis akan jalan ketika tes CD4 mereka di bawah 350.
Pengobatan sendiri juga adalah langkah di hilir yaitu ditujukan kepada warga yang sudah tertular HIV/AIDS yang terdeteksi melalui tes HIV.
Yang diperlukan adalah langkah di hulu yaitu menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, jumlah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).
Pemprov DKI Jakarta boleh-boleh saja menepuk dada dengan mengatakan: Lokalisasi pelacuran di Jakarta sudah ditutup semua!
[Baca juga: Menyoal Pencegahan dan Penanggulangan AIDS di Jakarta]
Secara de jure itu benar. Tapi, apakah Pemprov DKI Jakarta bisa menjamin bahwa di wilayah DKI Jakarta 100 persen tidak ada lagi transaksi seks dalam bentuk pelacuran?
Secara de facto praktek pelacuran melalui transaksi seks yang melibatkan PSK tidak langsung tetap terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu. PSK tidak langsung adalah cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.
[Baca juga: Khayalan, Jakarta Zero AIDS Tahun 2030]
Maka, jika Pemprov DKI Jakarta hanya mengandalkan program aplikasi Jak-Track insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi yang selanjutnya jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat sebagai 'bom waktu' yang kelak akan bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H