*Kian mendesak untuk membuat UU Pembuktian Terbalik
Berita-berita seputar penangkapan artis VA menyebutkan digerebek polisi ketika sedang berduaan di kamar hotel di Surabaya. "Artis berinisial VA itu diketahui berumur 27. Saat ditangkap dia diketahui bersama pria yang bukan pasangan di dalam kamar hotel." (bali.tribunnews.com, 5/1-2019).
Tapi, mengapa laki-laki yang bukan pasangan sah VA tidak ditangkap bersama VA?
Ini memang ironi penegakan hukum terkait moral yang selalu menyalahkan perempuan. Bahkan banyak orang yang juga menyalahkan korban kekerasan seksual, seperti pelecehan seksual dan perkosaan.
Misalnya, dengan mengatakan 'habis pakaiannya' dll. Padahal, korban kejahatan seksual ada juga yang memakai pakaian yang menutup seluruh badannya kecuali wajah.
Seorang laki-laki dihukum atas kesalahan sebagai mucikari pelacuran online mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar laki-laki yang membeli seks juga dipidana.
Terkait dengan hal ini MK mengatakan: suatu perbuatan yang semula bukan perbuatan pidana menjadi perbuatan pidana harus mendapat kesepakatan dari seluruh rakyat yang di Negara Indonesia diwakili oleh para DPR bersama dengan Presiden (news.detik.com, 6/1-2019).
Pejabat di UGM Yogyakarta, misalnya, (perempuan) justru menyalahkan mahasiswi yang diperkosa mahasiswa ketika KKN di Maluku (2017). Ini benar-benar tidak masuk akal karena secara moral si mahasiswa dong yang menjauhkan diri.
[Baca juga: "Rekomendasi Laki-laki" Selesaikan Kasus (Hukum) Perkosaan Mahasiswi UGM?]
Terkait dengan prostitusi yang melibatkan 'artis' biar pun dengan tarif selangit, seperti yang diungkapkan polisi dari Polda Jatim, yaitu Rp 80 juta untuk sekali kencan (kompas.com, 5/1-2019) tetap ada pasaran karena berbagai faktor.
Misalnya, ada kaitannya dengan snobisme (KBBI: orang yang senang meniru gaya hidup atau selera orang lain yang dianggap lebih daripadanya tanpa perasaan malu).