Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Australian Open 2019, Perburuan Hadiah Tunggal Rp 41 M

5 Januari 2019   16:24 Diperbarui: 6 Januari 2019   06:28 2707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo atau simbol grand slam tenis dunia (Sumber: bankexamstoday.com)

Tahun lalu petenis Jepang Naomi Osaka menumbangkan Serena untuk meraih juara US Open, sebelumnya ada petenis Cina, Li Na. Petenis Indonesia, Yayuk Basuki, pernah sampai babak perempat final di grand slam Wimbledon (1997).

Petenis-petenis putri justru tidak menunjukkan otot karena mereka cantik dan mulus bak pragawati, seperti Maria Sharapova (Rusia) yang juga seorang foto model. Ada pula Ana Ivanovic (Serbia) dan Gabriela Beatriz Sabatini (Argentina) serta wajah Asia Sania Mirza (India).

Maria Sharapova (Sumber: sportingnews.com)
Maria Sharapova (Sumber: sportingnews.com)
Petenis-petenis unggulan itu seakan-akan tidak mengenal lelah ketika bertanding. Yang tampak hanyalah sering meminta handuk untuk menyeka keringat. Dan, tentu saja minum ketika jeda antar game. Ada juga yang mengemil pisang.

Tiga besar petenis putra yaitu Federer (37), Nadal (32), dan Djokovic (31) seakan-akan tidak terpengaruh karena usia. Mereka terus melaju menghadapi petenis muda kelahiran tahun 1990-an, seperti Stan Wawrinka dan Marin Cilic yang sudah pernah juara grand slam.

Apakah ada perbedaan otot, terutama di bahu, antara orang Eropa daratan dan Eropa timur dengan orang Asia? Atau bisa jadi karena peran teknologi kedokteran di bidang olahraga?

Salah hal yang jelas adalah porsi latihan yang terjadi karena tenis jadi bagian dari kehidupan jago-jago tenis sehingga mereka tekun berlatih tanpa harus di-pelatnas-kan.

Jago-jago tua mempunyai kelebihan yang khas, seperti Federer dia tidak membalik badan penuh ketika melakukan backhand, bahunya seakan memutar. Soal tinggi badan tidak jadi masalah untuk tenis.

Bidang kesehatan olahraga Indonesia perlu juga mempelajari struktur tubuh petenis-petenis unggulan dunia, apakah memang khas atau tidak berbeda dengan struktur tubuh orang Indonesia. Negara asal petenis unggulan rata-rata dari negara dengan jumlah penduduk di bawah 50 juta jiwa. Kalau tidak berbeda, pertanyaannya kemudian adalah: Mengapa tidak muncul petenis handal dari negeri yang berpenduduk 250 juta ini?

Direktur CEO turnamen "Australian Open", Craig Tiley, mengatakan Petenis yang berlaga di arena adalah bintang dari turnamen yang membawa penonton memenuhi stadion. Mereka menginspirasi generasi berikutnya untuk mengangkat raket. Kita terus berusaha mendorong mereka semampu mungkin agar bisa menapaki jejak juara.

Apa yang dikatakan oleh Tiley ini patut jadi perhatian orang tua dan pembina olahraga nasional karena tenis menjanjikan hadiah selangit.

Tentu saja diperlukan sarana dan prasarana yang bagus dan terjangkau. Lapangan tenis di Indonesia termasuk 'lapangan mewah' karena harus jadi anggota dan bayar iuran yang tidak kecil. Ada kesan tenis di negeri ini dikuasai oleh borjuis (KBBI: kelas masyarakat dari golongan menengah ke atas) yang terkesan sebagai olahraga glamor (mewah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun