*Lagi-lagi soal mitigasi tsunami, apakah pilih peringatan dini atau relokasi?
Tsunami di Aceh (2004), Mentawai (2010), Palu (28/9-2018) dan hari ini (23/12-2018) di pesisir pantai Anyer sampai Carita (Banten) serta pesisir selatan Lampung Selatan (Lampung) sudah bisa jadi bahan pertimbangan terkait dengan penanganan dampak (mitigasi) tsunami. Pilih peringatan diri atau relokasi.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian PUPR, sudah memilih yang terbaik untuk Palu yaitu merelokasi permukiman yang diterjang tsunami. Tapi daerah-daerah yang juga sangat potensial jadi terjangan tsunami, seperti pesisir barat Banten dan pesisir selatan Lampung tidak menjadikan tsunami Palu sebagai cermin. Maka korban nyawa dan harta benda pun berjatuhan.
[Baca juga: Mitigasi Tsunami, Peringatan Dini vs Relokasi]
Jalam raya Anyer sampai Carita ada di bibir pantai. Bangunan-bangunan, rumah, villa, hotel, dll. ada di belakang jalan raya sehingga bersentuhan langsung dengan pantai bahkan lidah ombak air pasang menyentuh jalan raya dan bangunan.
Memang, tidak mudah merelokasi permukiman dan sarana ekonomi, seperti hotel dan industri, dari pesisir yang potensial diterjang tsunami. Tapi, tidak ada pilihan karena Jepang sudah membuktikan relokasi jauh lebih bermanfaat daripada mengembangkan peralatan canggih untuk memberikan peringatan dini tsunami.
Soalnya, kecepatan lidah gelombang tsunami bisa secepat pergerakan kapal terbang sehingga mustahil penduduk di bibir pantai bisa menyelamatkan diri. Apalagi harus membawa bayi, anak-anak dan lansia tentulah tidak mudah berlari menghindari jilatan lidah tsunami.
Di sepanjang pesisir pantai Merak-Anyer-Carita-Ujung Kulon di Banten berhadapan langsung dengan Selat Sunda. Begitu juga dengan pesisir selatan Lampung Selatan (Lampung) juga langsung berhadapan dengan Sunda.
Yang jadi masalah besar di Selat Sunda ada Gunung Anak Krakatau. Gunung Krakatau sendiri meletus 27 Agustus 1883 disebut sebagai salah satu letusan gunung berapi terdahsyat sepanjang sejarah dunia.
Memang, penyebab atau pemicu tsunami yang terjadi pada dinihari 23/12-2018 masih dalam perbincangan kalangan ahli. Laporan stasiun TV nasional menyebutkan ada warga di pesisir Lampung Selatan yang melihat percikan api di Gunung Anak Krakatau. Ada juga pendapat yang mengatakan bulan purnama yang memicu gelombang pasang yang terjadi di Selat Sunda.
Karena dampak tsunami yang besar dan potensinya juga besar di pesisir Banten dan Lampung selatan terutama bisa terjadi karena letusan gunung berapi Anak Krakatau, maka tidak lagi ada waktu untuk perdebatan ilmiah sekalipun karena gunung itu pasti akan meletus dan memicu gelombang pasang yang besar sebagai tsunami.