Secara de jure Rachmatsyah benar karena sejak reformasi tidak ada lagi lokres yaitu lokalisasi pelacuran sebagai tempat untuk rehabilitasi dan resosialisasi PSK.
Tapi, secara de facto apakah Rachmatsyah bisa menjamin 100 persen tidak ada (praktik) pelacuran di Sumut?
Lagi pula praktik pelacuran tidak hanya melibatkan PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, tapi juga PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK tidak langsung yakni yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.
Dikatakan pula oleh Rachmatsyah: " .... Terakhir, masih belum maksimalnya keberanian masyarakat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada untuk mengetahui status HIV/AIDS yang dideritanya."
Bertolak dari kenyataan di atas bukan soal keberanian, tapi informasi yang disosialisasikan selama ini ngawur karena dibumbui dengan moral sehingga yang ditangkap masyarakat hanya mitos. Banyak orang merasa tidak berisiko karena mereka tidak seks dengan PSK.
Yang dialami guru agama ini sebagai salah satu bukti. Dia tidak pernah berpikir istri keduanya mengidap HIV/AIDS. Padahal, istri keduanya sudah pernah menikah. Bisa jadi mantan suami istri kedua guru agama ini perilaku seksualnya berisiko sehingga tertular HIV dan menularkan ke istrinya.
[Baca juga: Guru Agama Ini Kebingungan Anak Keduanya Lahir dengan AIDS]
Beberapa daerah kabupaten dan kota sudah menerbitkan peraturan daerah (Perda) penanggulangan HIV/AIDS. Tapi, tidak bisa diandalkan karena hanya sebatas aturan dengan bingkai moral. Perda tsb. adalah Kab Serdang Bedagai (2006), Kota Tanjungbalai (2009) dan Kota Medan (2012).
[Baca juga: Perda AIDS Kab Serdang Bedagai, Sumut: Penggunaan Kondom 100 Persen Tanpa Pemantauan dan Perda AIDS Kota Tanjungbalai, Sumut serta Pasal-pasal Normatif Penanggulangan HIV/AIDS di Perda AIDS Kota Medan].
Maka, yang mendesak dilakukan adalah sosialisasi yang intens dengan melibatkan media dan menyampaikan informasi yang akurat tanpa bumbu moral sehingga murni fakta medis. Yang diutamakan adalah informasi tentang cara-cara pencegahan yang akurat.
Untuk mendeteksi warga Sumut yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi perlu sistem yang tidak melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Ini tentu tugas KPA dan Dinkes di tingkat provinsi, kabupaten dan kota.