Pertama, tidak tepat mengaitkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS dengan jumlah Odha yang mengakses pengobatan. Karena tidak semua orang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS otomatis meminum obat antiretroviral (ARV). Sesuai anjuran pengidap HIV/AIDS minum obat ARV ketika hasil tes CD4 di bawah 350.
Kedua, estimasi jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 630.000 terdiri atas infeksi HIV dan kasus AIDS. Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 1/10-2018, jumlah kasus AIDS di Indonesia dari tahun 1987 sd. 30 Juni 2018 adalah 108.829 dengan 15.855 kematian.
Ketiga, itu artinya pengidap AIDS di Indonesia berjumlah 92.974. Tentu saja tidak semua dengan kondisi CD4 di bawah 350. Disebutkan dalam berita yang mengakses obat 96.298.
Keempat, layanan fasilitas kesehatan yang menyediakan pengobatan dan obat ARV di beberapa daerah sangat jauh dari tempat tinggal mereka sehingga jadi alasan tidak pergi ke fasilitas kesehatan.
Maka, yang diperlukan sekarang adalah langkah konkret untuk menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, jumlah infeksi baru terutama pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK). Tanpa program ini, maka insiden infeksi HIV akan terus terjadi.
Laki-laki yang tertular HIV akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat tanpa mereka sadari karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan. Itu artinya penyebaran HIV jadi 'bom waktu' yang kelak akan bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H