Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Memupus Mitos Seputar Anak (yang) Lahir Prematur

20 November 2018   05:44 Diperbarui: 20 November 2018   22:01 1600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hari Prematur Sedunia" (World Prematurity Day) yang diperingati setiap tanggal 17 November merupakan bentuk perhatian dunia terhadap anak yang lahir prematur.

Selama ini banyak mitos (anggapan yang salah) seputar anak yang lahir secara prematur. Indonesia ada di peringkat ke-5 jumlah kelahiran anak prematur di dunia.

Seorang anak lahir prematur jika persalinan terjadi pada usia kehamilan (gestasi) kurang dari 37 minggu.

Padahal, priode emas tumbuh kembang anak terjadi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) termasuk masa kehamilan 270 hari sejak pembuahan.

Karena lahir sebelum selesai masa kehamilan banyak orang yang salah memahami anak yang lahir prematur.

Anak lahir prematur berisiko menghadapi kondisi kesehatan yang berdampak pada tumbuh kembang anak pada jangka pendek dan jangka panjang.

"Maka, anak lahir prematur memerlukan perhatian khusus," kata dr Putri Maharani Tristanita Marsubrik, SpA (K), dokter anak konsultan neonatalogi di RSCM Jakarta, pada acara Bicara Gizi dengan tema "Dukung Si Kecil yang Lahir Prematur untuk Tumbuh Kembang Optimal" di Jakarta (17/11-2018).

Gaya Hidup

Dalam kaitan itulah Nutricia Sarihusada, Danone Indonesia Grup, mengajak orang tua dan masyarakat memahami kondisi anak prematur untuk memberikan ruang dan gerak bagi anak-anak prematur untuk tubuh kembang.

Kelahiran prematur di seluruh dunia dilaporkan terjadi pada 15 juta bayi setiap tahun. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah. Di Indonesia disebutkan angka kejadian kelahiran prematur mencapai 15,5 persen setiap tahun.

Kelahiran prematur terjadi karena berbagai faktor. Tapi, di Tasmania, Australia,  669 bayi lahir prematur setiap tahun. Ini setara dengan 11,3 persen dari kelahiran. Angka rata-rata nasional di Australia kelahiran prematur mencapai 8,5 persen (ABC News, 11/11-2018). Fakta yang dikaitkan dengan kelahiran prematur di Tasmania adalah 1 dari 3 ibu muda berusia di bawah 20 tahun dan mereka merokok selama kehamilan.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa sejumlah faktor gaya hidup mendorong kelahiran prematur.

"Di sini di Tasmania kami memiliki populasi yang masih memiliki tingkat merokok yang tinggi dan juga obesitas pada kehamilan," kata Lindsay Edwards dari Aliansi Pencegahan Kelahiran Prematur Australia (APBPA).

Bagaimana dengan Indonesia?

Dokter Putri mengutip Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Kemenkes RI tahun 2013 yang menunjukkan 37,1 persen ibu hamil menderita anemia yaitu kadar Hb di bawah 11,0 gram/dl. Proporsi kasus di kawasan perkotaan dan pedesaan yang hampir sama yaitu 36,4 persen di perkotaan dan 37,8 persen di pedesaan.

Joana Alexandara, selebriti, misalnya, tiga anaknya lahir normal tapi anak keempat justru lahir prematur. Joana mengaku bingung dan pada awalnya tidak siap menghadapi kenyataan tersebut.

Persoalan anak lahir prematur adalah upaya menangani anak tersebut. Dr Putri mengatakan bahwa penanganan anak yang lahir prematur sangat rumit dan kompleks karena ada risiko besar yang dihadapi anak yang lahir prematur di awal kehidupan. Penanganan baru menghadapi masalah setelah bayi di rumah karena selama di rumah sakti bayi prematur ditangani dokter.

Maka, ketika seorang bayi lahir prematur dengan kondisi tubuh yang belum optimal diperlukan penanganan yang khusus dengan pemenuhan nutrisi.

"Salah satu hal yang penting dilakukan adalah pemberian nutrisi untuk mengejar ketinggalan tumbuh kembang anak selama periode emas 1000 HPK," kata dr Putri.

Dengan pemberian nutrisi dan pengasuhan yang benar anak-anak yang lahir prematur tetap bisa berkembang dengan baik. Seperti yang dialami oleh Yanne Sukmadewi, General Counsel Corporate for Legal Advisory and Compliance Danone Indonesia yang lahir prematur ini.

Prestasi akademiknya sejak SD sampai pasca sarjana membuktikan penanganan yang tepat tidak menghalangi tumbuh kembang anak yang lahir prematur. Yang penting diingat oleh para 'moms' (ibu-ibu) adalah "Jangan pernah patah semangat mengasuh anak lahir prematur," kata Yanne.

Pasangan Kris dan Nani (kedua dan ketiga dari kanan) menyampaikan pengalaman mereka mengasuh khalid pada acara Bicara Gizi berdama dr Putri (kedua dari kiri) dan Joana (kiri) dengan pemandu Marsha Pical (kanan).(Foto: Syaiful W Harahap)
Pasangan Kris dan Nani (kedua dan ketiga dari kanan) menyampaikan pengalaman mereka mengasuh khalid pada acara Bicara Gizi berdama dr Putri (kedua dari kiri) dan Joana (kiri) dengan pemandu Marsha Pical (kanan).(Foto: Syaiful W Harahap)
Begitu juga dengan yang dialami pasangan Kris (43) dan Nani (40) yang melahirkan bayi prematur umur 36 minggu. Ketika hamil Nani mengidap diabetes dan darah tinggi.

Tapi, berkat kesabaran pasangan yang tinggal di Cilincing, Jakarta Utara, ini mengasuh Khalid anak mereka tumbuh seperti layaknya anak yang lahir normal.

Selain pengasuhan dan pemberian nutrisi yang tepat, yang diingat Yanne adalah orang tuanya sering membawa dia melakukan kegiatan di luar rumah (out door), seperti ke Puncak dan pantai.

Baby Blues

Persoalan besar yang dihadapi oleh banyak ibu yang anaknya lahir prematur adalah pandangan negatif dari banyak orang. Seperti yang dialami oleh Yoanna dia sering mendapatkan pertanyaan tentang fisik anaknya yang tidak seperti bayi atau anak-anak lain, seperti berat dan tinggi badan yang berbeda dengan bayi atau anak-anak lain seusianya

Tidak sedikit ibu-ibu yang melahirkan anak prematur mengalami baby blues yaitu gangguan susana hati (mood) yang dialami oleh ibu-ibu pascamelahirkan. Ini kondisi terendah dari gangguan yang terkadang mencapai klimaks berupa depresi.

Dalam kaitan itu dr Putri mengingatkan bahwa anak yang lahir prematur pasti berbeda dengan anak yang lahir normal karena perbedaan usia saat dilahirkan. Ini perlu dipahami agar tidak terjadi baby blues atau depresi post-natal.

Ada usia gestasi atau umur kehamilan yang dihitung sejak hari pertama haid terakhir ibu sampai dilahirkan.

Lalu usia kronologis (usia kalender) yaitu usia sejak dilahirkan.

Selanjutnya usia koreks yaitu (usia gestasi + usia kronologis) -- 40 minggu.

Usia koreksi itulah yang jadi umur anak yang lahir prematur. Itulah sebabnya ada perbedaan antara bayi yang lahir normal dengan yang lahir prematur karena umur mereka setelah dilahirkan berbeda.

Misalnya, anak prematur yang lahir 37 minggu berbeda umurnya 3 minggu dengan anak yang lahir normal. "Ya, jelas ada perbedaan secara fisik karena perbedaan berdasarkan usia koreksi," ujar dr Putri. 

Maka, para 'moms' tidak perlu kecewa karena memang ada perbedaan umur sehingga yang diperlukan adalah penanganan yang baik dengan pemberian nutrisi yang tepat pada masa 1000 HPK atau sampai umur dua tahun yaitu gizi seimbang berupa karbohidrat, protein dan lemak.

Yang perlu diperhatikan, menurut dr Putri, pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi lahir prematur tidak boleh berlebihan dan tidak boleh pula kurang.

Maka, "Selalu konsultasi dengan dokter anak untuk memantau pertumbuhan bayi," pinta dr Putri. Soalnya, pemantuan menyangkut berat dan tinggi badan serta lingkar kapala yang terkait dengan penanganan bayi.

Melalui kegiatan Bicara Gizi terkait dengan bayi prematur diharapkan oleh Arif Mujahidin, Corporate Communication Director Danone Indonesia, dapat meningkatkan kesadaran masyarakat serta mendorong penanganan nutrisi yang tepat bagi anak, khususnya anak prematur, agar tumbuh kembang mereka optimal sehingga masa depan mereka pun akan cerah. 

Yang tidak kalah penting dalam menangani bayi prematur adalah dari aspek psikologis, seperti dukungan suami dan keluarga.

Dalam kaitan ini dulu ada seorang psikolog UI, alm. Sartono Mukadis, mengatakan kalau bertemu dengan bayi atau anak yang berbeda dengan bayi atau anak seusianya, seperti di angkutan umum atau tempat-tempat lain, jangan hanya dipelototi, tapi tegur anak itu sambil berbicara dengan ibu atau orang yang membawa bayi dan anak tsb.

"Cara itu lebih baik daripada sekedar melihat dengan keheranan," kata Sartono ketika itu di tahun 1990-an dalam satu wawancara.

Sartono mengingatkan hal itu karena ada ibu yang mengeluh merasa tidak enak ketika anaknya yang berbeda dengan anak lain dipelototi.

Maka, sudah saatnya kita membalik paradigma berpikir untuk mengubah sikap dan pandangan dalam melihat bayi dan anak-anak yang lahir prematur (bahan-bahan dari materi Bicara Gizi dan sumber-sumber lain). *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun