Intervensi hanya bisa dijalankan kalau praktek PSK dilokalisir. Celakanya, tempat pelacuran di Jatim sudah ditutup sehingga transaksi seks berisiko terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Strategi kedua: mempercepat temuan dini untuk segera mendapatkan pengobatan antiretroviral (ARV) sehingga penularan bisa terkendali.
Temuan dini yaitu tes HIV adalah langkah di hilir. Warga dibiarkan tertular HIV di hulu, al. melalui seks tanpa kondom dengan PSK, baru kemudian dilakukan tes HIV.
Sedangkan pengobatan dengan obat antiretroviral (ARV) dilakukan terhadap warga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS setelah CD4 di bawah 350. Ini menurunkan risiko pengidap HIV/AIDS yang meminum obat ARV untuk menularkan HIV ke orang lain.
Yang jadi persoalan besar adalah: warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi. Mereka jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, tanpa mereka sadari karena tidak ada tanda-tanda AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.
Itu artinya terjadi penyebaran HIV di masyarakat secara diam-diam yang merupakan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H