Menjelang pendaftaran calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 4-10 Agustus 2018 suasana perpolitikan nasional  pun hiruk-pikuk karena belum ada nama pasti Cawapres pendamping Jokowi dan Prabowo yang akan maju pada Pilpres 2019.
Presiden petahana, dalam hal ini Joko Widodo (Jokowi), juga belum menyebut nama Cawapres yang akan mendampingi dia di Pilpres 2019 tanggal 17 April 2019.
Semula ramai juga perbincangan tentang kemungkinan calon tunggal Capres/Cawapres pada Pilpres 2019 karena menjelang pendaftaran belum juga ada nama capres selain Jokowi. Belakangan, muncul Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang mengatakan maju sebagai Capres.
Tapi, lagi-lagi muncul persoalan yaitu tidak ada nama yang pasti tentang pendamping Prabowo sebagai Cawapres yang akan didaftarkan ke KPU.
Salah satu nama yang mencuat ketika itu adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Anies sendiri mengaku tiga kali diminta Prabowo jadi cawapres pada Pilpres 2019. Tapi, Anies lagi-lagi tetap menolak tawaran Prabowo untuk mendampinginya sebagai cawapres.
Semula 'gerbong' Gerindra akan ikut beberapa partai bergabung. Tapi, partai-partai tersebut menyaratkan cawapres dari mereka. Ini membuat suasana kian genting ketika Partai Demokrat kemudian masuk ke gerbong Gerindra dengan harapan kader mereka, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) jadi cawapres mendampingi Prabowo.
Manuver Demokrat membuat beberapa gerbong Gerindra berbalik arah karena merasa mereka akan kalah dalam penetapan cawapres Prabowo. Selain itu perolehan suara di parlemen pun mereka kalah dari Demokrat. Anies pun kemudian dibujuk oleh PKB untuk  jadi Capres yang berpasangan dengan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, dengan dukungan koalisi PKB, PAN dan PKS. Tapi, lagi-lagi Anies menolak.
Padahal, ketika itu  hasil survei elektabilitas Anies tertinggi jika dipasangkan dengan Jokowi atau Prabowo dibandingkan dengan beberapa nama yang muncul ke permukaan sebagai cawapres. Anies sendiri pernah jadi Mendikbud di awal pemerintahan Jokowi/JK.
Disebutkan bahwa penolakan Anies terhadap tawaran Prabowo dan PKB karena Anies merasa masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dituntaskannya sebagai gubernur (liputan6.com, 14/8-2018). Selain itu Anies juga mengatakan bahwa tanggung jawabnya sebagai pemimpin nomor satu di Ibukota belum tuntas (jakarta.bisnis.com, 13/8-2014).
Pesan moral yang disampaikan Anies terkait dengan sikapnya yang menolak tawaran Prabowo sebagai Cawapres dan tawaran Koalisi PKB, PAN dan PKS bertolak dari selembar selendang yang diterimanya dari Bu Saidah, warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, semasa kampanye Pilgub Jakarta.
Sebagai gubernur dia mengatakan bahwa tetap memilih menjalankan  tugas dengan menolak tawaran jadi cawapres dan capres karena ingin mengubah Jakarta sebagai kota yang lebih baik. Ini merupakan jawaban atas janjinya semasa kampanye Pilgub DKI Jakarta.