Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Samosir, Anak-anak Home Schooling, Orang Dewasa?

23 Oktober 2018   08:52 Diperbarui: 23 Oktober 2018   09:28 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bupati Samosir, Sumut, Rapidin Simbolon, mengatakan dirinya tidak bisa memaksa masyarakat untuk menerima ketiga anak pengidap HIV mendapatkan pendidikan di sekolah umum karena begitu kuatnya kekhawatiran bahwa anak-anak mereka dapat tertular penyakit yang diidap ketiga anak tersebut. Ini ada dalam berita Pemkab Samosir Pastikan Anak Pengidap HIV di Nainggolan Tak Diusir (VOA Indonesia, 22/10-2018).

Mengapa ada kekhawatiran di masyarakat bahwa anak mereka bisa tertular HIV karena satu sekolah dengan tiga anak-anak pengidap HIV/AIDS?

Sikap masyarakat itu membuktikan selama ini tidak ada sosialisasi HIV/AIDS yang komprehensif baik dari pemerintah provinsi (Sumut) dan pemerintah kabupaten (Samosir). Padahal, informasi yang akurat bisa meredam kekhawatiran masyarakat terkait dengan HIV/AIDS.

Lagi pula, Pak Bupati tidak perlu memaksa masyarakat untuk menerima tiga anak itu, tapi berikanlah edukasi yang baik dengan menjelaskan HIV/AIDS sebagai fakta medis tanpa dibumbui dengan norma, moral, dan agama.

[Baca juga: AIDS di Samosir, 3 Anak-anak Pengidap HIV/AIDS Terancam Diusir]

Informasi yang perlu disampaikan adalah fakta-fakta berikut:

Pertama, HIV adalah virus yang ada di dalam tubuh pengidap HIV/AIDS yang tidak bisa keluar dengan sendirinya. Di luar tubuh manusia HIV akan segera mati.

Ini jelas biar pun tiga anak-anak itu sekelas dan bermain dengan murid lain HIV di tubuh mereka tidak akan bisa keluar sendiri.

Kedua, dalam jumlah yang bisa ditularkan HIV hanya terdapat di dalam darah, air mani, cairan vagina, air susu ibu (ASI).

Ketiga, penularan HIV/AIDS melalui air mani dan cairan vagina bisa terjadi pada saat melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom.

Tentu saja tidak mungkin terjadi hubungan seksual antara tiga anak-anak pengidap HIV/AIDS tsb. dengan murid lain di ruang kelas atau di lingkungan sekolah.

Keempat, penularan HIV/AIDS melalui darah terjadi melalui transfusi darah yang tidak diskirining HIV, jarum suntik dan alat-alat kesehatan yang bisa menyimpan darah. Bisa juga melalui permukaan kulit yang mempunyai luka-luka jika terpapar darah yang mengidap HIV/AIDS.

Tidak mungkin ada transfusi darah di sekolah dan tidak ada pula kegiatan suntik-menyuntik dengan memakai jarum yang dipakai berulang.

Kelima, melalui ASI dalam proses menyusui.

Tentu saja tidak ada proses menyusui antara tiga anak pengidap HIV/AIDS dengan murid-murid lain.

Itu adalah fakta (medis) yang membuktikan bahwa tiga anak-anak pengidap HIV/AIDS itu tidak bisa menyebarkan HIV/AIDS di ruang kelas, di lingkungan sekolah maupun ketika bermain di wilayah kampung.

Data kasus HIV/AIDS di Kab. Samosir di kpa-provsu.org/dat_kasus.php menunjukkan dari tahun 1994 --April 2009 ada 1 kasus HIV dan 5 AIDS. Yang perlu diingat adalah jumlah yang dilaporkan (6) tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es yaitu jumlah kasus yang terdeteksi (6) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut. Lagi pula data itu sampai dengan April 2009 atau 9 tahun yang lalu.

Justru warga, terutama laki-laki dewasa, yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah.

Indikasi yang kasat mata bisa diketahui kalau Pemkab Samosir melakukan tes HIV kepada ibu-ibu hamil. Apakah Pemkab Samosir menjalankan program tes HIV kepada ibu-ibu hamil?

Bupati Rapidin memberikan solusi yaitu tiga anak pengidap HIV/AIDS tidak bersekolah di SDN, tapi menjalani home schooling. Ini bukan solusi tapi bumerang bagi Pemkab Samosir.

Jika kelak ada laki-laki dan perempuan dewasa warga Samosir yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS, apakah mereka dilarang bekerja di luar rumah, seperti pegawai, karyawan, awak kapal, petani, peternak, dll.?

Bupati Rapidin boleh-boleh saja membusungkan dada karena tidak lokasi pelacuran terbuka di Samosir dan tidak ada pula ada kasus HIV/AIDS yang dilaporkan.

Apakah Bupati Rapidin bisa menjamin tidak ada transaksi seks sebagai bentuk pelacuran terselubung di Samosir?

Apakah Bupati Rapidin bisa menjamin tidak ada laki-laki dewasa warga Samosir yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) di luar Samosir?

Sebagai daerah tujuan wisata yang didatangi wisatawan dalam dan luar negeri, apakah Bupati Rapidin bisa menjamin semua wisatawan yang datang ke Samosir 'bebas AIDS'?

Apakah Bupati Rapidin bisa menjamin tidak ada warga Samosir yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan wisatawan?

Maka, kita tinggal menunggu kasus HIV/AIDS terdeteksi di Samosir. Kalau anak-anak akan menjalani home schooling. Jika yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS kalangan dewasa akan dilarang  bekerja di luar rumah atau mereka diusir ke hutan. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun