*'Hari Gini' Pengetahuan Bupati dan Wakil Bupati Samosir tentang HIV/AIDS Ada di Titik Nadir
Ketika di banyak negara di dunia persoalan HIV/AIDS sudah jadi perbincangan di ranah publik, di Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara, ternyata pengetahuan pejabat dan warga tentang HIV/AIDS sangat rendah bahkan ada di titik nadir.
Ketika reformasi bergulir muncullah Otonomi Daerah (Otda) yang memberikan wewenang penuh kepada pemerintah di daerah, yaitu provinsi, kabupaten dan kota untuk mengatur diri sendiri, termasuk masalah kesehatan. Tapi, apa yang terjadi?
Kasus penolakan tiga anak-anak bersekolah di PAUD Welipa dan Sekolah Dasar Negeri SDN-2 Nainggolan menunjukkan sama sekali tidak ada upaya pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Samosir, untuk menyebarluaskan informasi HIV/AIDS yang akurat. Bahkan, disebutkan ketiga anak-anak itu terancam diusir dari Samosir.
Seperti yang diberitakan oleh "VOA Indonesia" (21/10-2018) dengan judul Idap HIV, Tiga Anak di Samosir Dilarang Sekolah dan Terancam Terusir membuktikan pemahaman masyarakat Samosir terhadap HIV/AIDS sangat jelek.
Disebutkan bahwa tiga anak-anak itu, yaitu seorang laki-laki dan dua perempuan berinisial H (11), SA (10), dan S (7) bukan warga asli Nainggolan. Mereka merupakan penduduk dari daerah lain yang didatangkan ke RS HKBP Nainggolan untuk dirawat. Pemkab Samosir kemudian mendaftarkan ketiganya di sekolah, yaitu satu anak di PAUD Welipa dan dua lainnya di SDN-2 Nainggolan. Tampaknya, identitas dan status HIV ketiga anak-anak itu diketahui masyarakat, khususnya orang tua murid di PAUD dan SDN-2, sehingga timbul penolakan.
Sikap masyarakat Samosir yang menolak ketiga anak-anak itu keluar dari sekolah dan pindah dari Samosir ternyata setali tiga uang dengan Wakil Bupati Samosir, Juang Sinaga, yang mengatakan " .... agar ketiga anak tersebut dipindahkan dari Desa Nainggolan, dan membuka hutan bagi tempat tinggal ketiganya." (VOA Indonesia, 21/10-2018).
Bahkan Bupati Samosir, Rapidin Simbolon, mengatakan pihaknya sudah menyampaikan solusi yaitu dengan mengadakan kelas khusus secara terpisah bagi ketiga anak tersebut (VOA Indonesia, 21/10-2018).
Jika kelak ada warga Samosir yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS, apakah akan dipindahkan ke hutan dan membuat kelas khusus di sekolah?
Tentu saja akan jadi persoalan besar bagi pemerintah kabupaten jika kelak ada warga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Samosir sendiri adalah daerah tujuan wisata yang dikunjungi banyak wisatawan dari dalam dan luar negeri.
Apakah bisa dijamin semua wisatawan yang datang ke Samosir tidak mengidap HIV/AIDS?
Apakah Pemkab Samosir bisa menjamin tidak akan ada warga Samosir yang melakukan seksual berisiko dengan wisatawan?
Pengetahuan bupati dan wakil bupati ini benar-benar tidak mencerminkan jabatan mereka sebagai pejabat publik.
Informasi HIV/AIDS yang akurat sudah banjir, tapi pengetahuan bupati dan wakil bupati tentang HIV/AIDS bagaikan di 'zaman batu'. Â Pak Bupati dan Pak Wakil Bupati, HIV adalah virus yang ada di darah pengidap HIV/AIDS. Dalam jumlah yang bisa ditularkan HIV hanya ada di darah, air mani, cairan vagina dan air susu ibu (ASI). Penularan al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pengidap HIV/AIDS, transfusi darah dan menyusui dengan ASI.
Nah, ketiga anak-anak itu tidak mungkin melakukan hubungan seksual di sekolah dengan teman-temannya, tidak pula mereka akan melakukan transfusi darah, serta tidak akan pernah ada proses menyusui.
Yang jadi persoalan besar di Kab. Samosir adalah warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Tidak ada jaminan bahwa tidak ada warga Samosir yang mengidap HIV/AIDS biar pun di daerah itu tidak ada lokasi pelacuran.
Sebagai pejabat publik sejatinya bupati dan wakil bupati justru menyampaikan informasi yang akurat tentang HIV/AIDS kepada masyarakat, tapi yang terjadi kedua pejabat publik itu justru tidak memberikan pencerahan kepada masyarakat.
Berita "VOA Indonesia" ini juga menyampaikan informasi yang ngawur: HIV/AIDS memang masih menjadi penyakit paling mematikan di dunia, ....
Belum ada kasus kematian pengidap HIV/AIDS karena HIV atau AIDS. Kematian pengidap HIV/AIDS terjadi pada masa AIDS, secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV, karena penyakit yang muncul di masa AIDS disebut infeksi oportunistik, seperti diare, pnemonia, TB, dll.
Kita tunggu saja apa yang akan dilakukan Pemkab Samosir jika kelak ada warga, baik dewasa, anak-anak atau bayi yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS: dipindahkan ke hutan, diusir dari Samosir, dan dibuat kelas khusus di sekolah. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H